Di 2024 ini, aku di
tunjuk untuk menjadi ketua acara C-Award. Informasi ini sudah di
sampaikan dari jauh hari, dari saat rapat kerja awal tahun. Dan akhirnya di
pertengahan semester genap menjadi waktu eksekusi acara. Bagi kalian yang belum
tahu. C-Award itu mirip seperti pensi yang diadakan setahun sekali.
Pesertanya berasal dari kelas 1 sampai 5 SD. Penampilan terbaik akan
mendapatkan piala dan hadiah, para wali kelas dan guru bidang studi juga di
libatkan untuk melatih.
Selama proses
persiapan. Aku sadar sekali, bahwa status “ketua” tidak bisa aku artikan secara
harfiah. Mereka, guru-guru lain aku rasa tidak terlalu menghiraukan kata itu.
Semua disini sama, sama-sama bekerja dan harus sama-sama lelah. Berkaca dari
event sebelumnya yakni acara perpisahan atau Haflatul Wa’da status ketua itu
hanya semacam hiasan, tidak ada yang spesial. Jadi, aku bisa menyimpulkan bahwa
ketua disini adalah “Tukang Kompor”. Dia yang menginisiasi dan juga memfollow
up segala persiapan yang dilakukan oleh PJ (Penanggung Jawab).
Padahal idealnya
ketua itu hanya main tunjuk saja, tapi fakta di lapangan berbeda. Aku lebih
berperan sebagai “helper” yang menambal kekurangan disana-sini. Dari mulai
planning sampai pengondisian lapangan aku turut andil disana. Tak heran, paska
acara badanku rasanya remuk! Seperti dijadikan samsak latihannya Mike Tyson.
Aku mengeluh lelah dalam hati. Untungnya dengan istirahat yang cukup, kondisi
tubuhku membaik.
Yah, mungkin ini
harga yang harus ku bayar atas kesalahan yang ku buat dulu. Mungkin juga untuk
merubah nasib yang lebih baik kedepannya. Seminggu full aku pulang sore,
untungnya masih di beri kesehatan. Setelah event itu selesai, di hajar lagi
ujian praktik seminggu dengan jam full. Alhamdulillah kondisi fisik masih tetap
aman hingga tulisan ini ku buat hehe.
Banyak yang ingin
ku ceritakan disini, terutama pendapatku tentang acara C-Award ataupun
acara serupa lainnya yang tidak akan pernah matang jika pola lama tak di ubah. Berikut
poin-poin yang ingin aku kritisi:
Sistem pergantian
ketua event setiap tahun
Posisi ketua
harusnya tidak di ganti-ganti karena pengalaman ketua sangat di butuhkan. Jika
ada ketua yang tetap maka event demi event akan berprogress kearah yang lebih baik
karena pengalamannya akan mampu menambal kesalah-kesalahan di event sebelumnya.
Tapi di lapangan ketua selalu di ganti-ganti dengan orang yang belum
berpengalaman dengan alasan supaya ada regenerasi. Alhasil, event-event seperti
tidak punya perkembangan dan selalu di mulai dari 0 lagi. Sangat memakan waktu
dan tidak efisien.
Konsep yang selalu mentah
dan banyak intervensi dari pihak yang sudah senior
Ini adalah hal yang
paling menyebalkan. Ketika sudah rapat dan kordinasi segala macam tiba-tiba
bisa berubah begitu saja karena ada senior yang mengintervensi. Memang, kita
membutuhkan pengalaman mereka. Tapi, bukan berarti seenaknya merubah hal yang
sudah di konsep dan di rapatkan sebelumnya. Percuma saja meluangkan waktu tapi
ketika gladi bahkan ketika acara di hari H mendadak di rubah-rubah lagi. Sungguh
membuang-buang waktu dan terkesan plin-plan. Hal ini bisa di rubah jika kepala
sekolah bisa membuat blue print yang matang dan juga menyerahkan kondisi
lapangan kepada ketua dan pj. Tapi rasanya berat sekali untuk menjalankan hal
demikian, karena pekerjaan bukan hanya di event CA. Kalau benar-benar mau
matang, memang harus menyediakan waktu khusus untuk membedah event dari A-Z. Kalau
di atasnya sudah kuat, pastilah di bawahnya tidak akan goyah lagi. Sayangnya
hal itu terlihat sulit untuk di wujudkan.
Waktu latihan dan
persiapan yang sempit
Guru-guru bukanlah orang
E.O atau event organizer. Jika ingin mengadakan acara yang baik dan matang maka
berilah ruang dan waktu untuk berlatih dan mempersiapkan. Mengosongkan jam
pelajaran aku rasa fair untuk event pensi semacam ini. Lagipula ini juga bagian
dari pendidikan. Tapi faktanya jam belajar tetap di normalkan, guru-guru
terpaksa pulang lebih sore tanpa adanya uang lembur. Persiapan acarapun demikian,
tidak diberikan waktu yang lengang. Semua siswa masuk dan belajar seperti
biasa. Coba bayangkan, dengan waktu yang sangat sempit guru di bebani tanggung jawab
latihan, persiapan, dan segala macam yang belum tersebutkan dalam event ini. Aku
bilang ini adalah konsep yang serba setengah-setengah.
Transparansi fee
Tidak ada
tranparansi dalam penggajian padahal kita masuk di hari libur. Yah, beginilah jika
menggunakan konsep “loyalitas”. Hal yang terkait pembayaran terlihat samar.
Jadi jangan salahkan jika ada guru yang kurang antusias dan sering hilang
ketika event berlangsung, karena mungkin mereka takut kerja keras mereka tidak
sepadan.
Ada lagi,
Hari minggu adalah
giliran penampilan kelas 1,2, dan 3. Di hari itu aku adalah ketuanya sedangakan
Ira dan Eva adalah penanggung jawab acara. Ketika di tengah acara aku dan Boim
sempat di marahi oleh wali murid (bapak-bapak berbadan besar, berbaju gamis,
dan berkacamata). Dia komplain karena dia tidak bisa melihat panggung karena
banyak sekali wali murid yang maju kedepan untuk berfoto. Dia bilang juga,
kalau para panitia tidak bisa mengatur maka dia akan maju kedepan (mungkin mau
marah-marah hehe).
Jujur saja, aku
tidak akan membela diri karena aku tidak berdiri untuk siapa-siapa disini
meskipun statusku adalah ketua acara. Dalam hatiku “I have nothing to lose”.
Selama omongannya masih bisa di terima dan tidak merendahkan, ya aku cukup diam
dan mendengarkan saja. Buat apa ribut-ribut.
Memang hari itu
crowded sekali, bahkan wali murid banyak yang tidak dapat duduk jadi wajar acara
menjadi tidak terkendali. Untungnya ada Boim yang gigih mengatur anak-anak dan
orang tua agar tidak menghalangi pandangan audiens di belakang. Bahkan, Yuni, Eva,
dan Aku mengingatkan berulang kali pada penonton agar bisa kondusif saat acara
berlangsung.
Ballroom tidak
cukup besar dan nyaman untuk menampung banyaknya orang tua. Untungnya hari itu
bisa di lalui dengan baik. Kursi-kursi di tambah meskipun spacenya sudah
tinggal sedikit. Dan wali murid juga tidak seramai saat pagi hari ketika acara
pembukaan. Jadi semuanya bisa kembali kondusif seperti biasa.
Yayasan harus
beterimakasih banyak dan mengapresiasi kinerja beberapa guru. Entahlah, jika
semua guru acuh tidak akan acara berjalan dengan lancar. Ada beberapa guru yang
bekerja keras contohnya team dekor. Di hari liburpun mereka masuk. Mereka yang
bertanggung jawab agar kondisi event bisa meriah karena properti yang di tampilkan.
Hasilnyapun luar biasa bagus, berbeda jauh dari dekorasi-dekorasi di tahun-tahun
sebelumnya. Aku rasa guru-guru disini sebenarnya bekerja dengan passion mereka
bukan karena target fee. Memang ironi, tapi momen itu bisa menjadi momen
kebersamaan yang tidak terlupakan. Menilai hubungan antara manusia, bukan dari
segi materialistis yang seharusnya lebih di perhatikan mereka yang berada di
posisi atas. Pada dasarnya semua juga lelah ketika acara sudah di mulai. Tetapi
untuk melihat loyalitas, team dekor tidak di ragukan lagi.
Baik, demikianlah kepenatanku ketika menjadi ketua C-Award 2024. Terimakasih sudah membacanya semoga kedepannya bisa lebih baik lagi!
0 comments:
Posting Komentar