Cerita panjang touring motor ke jalur selatan sukabumi
Awalnya aku sudah
punya rencana untuk touring bareng istri antara bulan juni atau juli tahun ini.
Rencana ini sudah ku siapkan dari jauh hari dari mulai riding gear hingga motor
sudah aku cicil untuk melakukan perjalanan ke Tegal bareng istri. Tapi,
alhamdulillahnya istriku mengandung. Jadi, rencananya di undur dulu karena
istri harus banyak beristirahat dan tidak boleh jalan jauh. Sebagai gantinya
karena motor sudah kepalang siap untuk touring aku ikut rencana Syahid dan
teman-teman untuk melakukan perjalanan ke Ujung Genteng. Sudah izin istri dan
di perbolehkan karena ini akan menjadi touring terakhirku. Sehabis ini aku akan
jeda lama dari dunia pertouringan untuk mengurusi anakku.
The baduts adalah
sebuah grup yang terbentuk secara tidak sengaja karena kebetulan anggotanya
punya hobby yang sama yakni touring motor. Berikut deskripsi grup motor the
baduts yang di tulis oleh Boim:
“MAKNA BADUTS
Nama BADUTS
Singkatan dari
nama anggota yaitu Bayu, Abdul, Doni, Uais, Tio, Sahid
Logo badut
Sebagai simbol
untuk menghibur baik diri sendiri dan di harapkan dapat menghibur orang lain
Lambang api di
kepala
Menyimbolkan
rasa semangat dalam aktivitas apapun dan selalu antusias dalam kegiatan apapun
yang didasari rasa semangat yang kuat.
Obor Emas
Melambangkan
kejayaan kesuksesan dan kesejahteraan, khususnya anggota baduts yang
menyimbolkan kesejahteraan, kesuksesan dan, kejayaan dalam hidup
Background putih
Melambangkan
kesucian, kesucian dalam hati pikiran dan perbuatan
Tanggal
Melambangkan
tanggal di bentuknya baduts
You will not
ride alone
Arti dalam
bahasa indonesia adalah “kamu tidak akan berkendara sendiri” sebagai selogan
kita bahwa kita akan selalu bersama-sama dalam kegiatan apapun termasuk salah
satunya adalah ketika berkendara.”
Perjalanan kali ini
beranggotakan 9 orang dan 7 motor diantaranya ada aku dengan supraku, Syahid
dengan Vario propernya, Bayu dengan Nmax, Boim dan Syaif dengan PCX, Tio dan
Wisnu dengan PCX juga, Ariansyah dengan Vario 125, serta Uais dengan Beatnya.
Tujuan kali ini
adalah 2 destinasi. Pertama ke pantai pasir putih Ujung Genteng, kedua Puncak
Dharma Geopark Ciletuh. Jarak tempuh sejauh hampir 300km menuju Ujung Genteng
dan memakan waktu 7 jam tanpa di hitung break.
Titik kumpul awal
di rumah Tyo di hari minggu malam. Kita semua kumpul dan sempat makan mie dan
nasi serta roti bakar yang di suguhkan tuan rumah sebelum tidur. Tapi nyatanya
sedikit yang bisa tidur kebanyakan tidak bisa tidur karena banyak nyamuk dan kurang
nyaman tidur di alas. Beruntung aku seharian sudah full istirahat jadi tidak
sempoyongan dijalan karena kurang tidur, karena di rumah Tyo sama sekali aku
tidak bisa tidur. Mungkin karena tidak terbiasa juga tidur di alas.
Di hari senin jam 3
pagi kita semua bangun. Ada yang mandi, ada yang tidak. Semua bersiap untuk
melakukan perjalanan jauh. Tak lupa aku melumasi rantai motorku secukupnya
supaya lebih gesit lagi di jalan karena harus mengejar mesin matic dan cc 150+.
Masuk pukul 4 dini hari, setelah pamit dengan Pakde (Ayah Tyo) dan melakukan
briefing oleh Bayu kita langsung siap di posisi masing-masing dan memutar gas
motor kita.
Melalui jalan yang
gelap serta bekercepatan tinggi aku sering ketinggalan karena Bayu sebagi RC
(Road captain) belum mengkalibrasi kecepatan anak-anak di belakang.
Beruntungnya selalu ada Syahid sebagai sweeper yang memberitahu kedepan jika
jarak ekor sudah terlalu jauh.
Di jam 5.30 kita
break untuk subuhan. Sukanya bergaul dengan teman yang rajin shalat, kita jadi
keikutan rajin. Di masjid kecil ada seorang bapak musyafir yang sedang
istirahat. Kami hanya saling lempar senyum karena parkir tepat di depannya.
Ketika shalat seperti biasa Boim sering menggoda teman-teman lain untuk
tertawa. Asli, aku juga hampir keikutan ketawa di rakaat kedua. Kocak sekali
orang itu tidak tau tempat bercanda. Tapi kalau di ingat memang tingkah lakunya
kocak sekali si Boim.
Setelah lepas
macet-macetan di daerah kota Sukabumi dan mencapai daerah Cibadak kita break
dulu untuk sarapan. Wah rasanya nikmat sekali sarapan pagi ditemani
teman-teman. Beres makan kita rokokan. Luar biasa momennya.Biasanya kita
bertemu di pagi hari untuk kerja, kalau ini bersantai-santai suka ria. Uduknya
murah lagi, pakai telur Cuma 8k + gorengan 1 jadi 9k saja. Kita harus jalan
lagi karena jarak ke tujuan pertama masih 201km lagi.
Ketika aku dan Ari
sedang isi bensin di antrian. Petugas pom mulai membuka antrian baru ketika aku
hendak mendorong motorku tiba-tiba di salip oleh motor scoopy. Astaghfirullah,
disitu aku emosi dan mendorong behel motor itu agar keluar dari antrian.
Konfrontasi sempat terjadi tapi aku tetap mengontrol emosiku. Akhirnya dia
mengalah juga. Aku bilang saya antri dari tadi, jangan di biasain bang! Haduh, untung
saja tidak sampai baku hantam. Kalau menang tapi viral bisa mengancam karir,
kalau kalah juga malu. Ya Allah, untung masih sabar dan bisa berpikir jernih. Aku
tidak bisa terima kalau di dzalimi oleh orang, rasa melawanku pasti membara
jika aku di tindas. Sudahlah, lain kali harus bisa lebih sabar lagi.
Jalur Cibadak yang
membuatku jatuh cinta. Meliuk-liuk dan sepi kendaraan sayang seribu sayang kita
melewatinya dengan kebut-kebutan jadi tidak bisa menikmati dan meresapi
indahnya jalur.
Beberapa kilometer
menuju pantai jalannya jelek sekali dan penuh tambalan. Aku harus menahan bunyi
batok motorku yang sangat berisik karena getarannya hebat sekali. Huh,
nampaknya PR besar supaya motor ini benar-benar nyaman untuk di kendarai.
Lelah melakukan
perjalanan yang panjang. Rasanya bahagia ketika melihat desiran ombak dan pasir
putih yang indah. Akhirnya sampai juga kita disini. Alhamdulillah.
Sampai villa aku
mulai menjemur yang perlu di jemur seperti sarung tangan, head band, celana,
dan hoodie baduts. Sepatuku juga ternyata jebol bagian depannya. Villa Kang
Surya ini bagus. Harga murah tapi lengkap set up rumah tangganya. Ketika masuk
ruang tengah langsung di sambut angin dingin dari kipas angin gantung.
Subhanallah nikmat sekali rasanya setelah seharian kepanasan. Rumahnya
benar-benar adem sangat membuat betah.
Setelah menaruh tas
dan barang-barang kita kumpul di ruang tengah untuk makan nasi padang yang
sebelumnya sudah dibeli dijalan. Setelah itu semua berstirahat tidur.
Sorenya kita makan
lagi lauknya mie dan nasi yang di masak oleh Tyo. Setelah itu beberapa ada yang
mulai keluar menikmati pantai. Di awali Syahid yang asik bikin cinematic.
Kemudian di susul Uaias dan Boim, lalu Bayu juga ikut.
Saat itu aku malah
asik duduk di teras villa menikmati angin sore sepoi-sepoi yang bersambung
terus menerus. Subhanallah nikmat sekali rasanya. Angin ini tidak aku rasakan
di Tangerang, angin ini juga beda dari angin yang pernah ku nikmati di Bandung.
Angin ini lebih kering karena di pantai, tapi tetap menyejukkan. Ajakan Bayu
untuk ikut menyusul anak-anakpun aku tolak karena aku betah sekali menikmati
angin-angin ini. Pengalaman yang luar biasa, tidak ada beban yang biasanya
dirasakan sehari-hari, hanya memandangi lalu lalang aktivitas warga serta
desiran ombak dari kejauhan.
Kemudian aku
teringat sepatuku yang jebol bagian depannya. Aku kira disini tidak ada warung,
tapi ternyata di samping kiri villa kita ada warung yang menjual lem.
Alahamdulillah sepatuku bisa di selamatkan lemnya menempel kuat sampai aku
pulang ke rumah. Harga-harga juga tidak mahal disini. Lem 5rb, kerupuk 2rb,
sunlight 5rb. Ternyata disini pemukiman warga juga jadi harganya tidak
mahal-mahal.
Kemudian setelah
bosan duduk di teras aku mulai menyusul teman-teman menikmati sore di pantai.
Kita duduk dan merokok di bale. Menghadap pantai kita mulai saling bercerita
dimana disitu aku mendengar alasan kenapa Syahid senang sekali bermain custom
motor. Ternyata itu adalah asanya dari lama, ketika masa sekolah dia hanya bisa
menahan diri karena belum berpenghasilan. Jadi ketika finansialnya sudah
mendukung dia benar-benar totalitas untuk melakukan hobbynya yang terpendam
lama. Bahkan rencana kedepannya dia ingin mendaftarkan motornya di kejuaraan
custom motor tipe harian. Sedangkan aku sendiri bercerita ke teman-teman bahwa
perjalanan ini akan ku lakukan lagi suatu saat dengan keluarga kecilku karena
rute dan tempatnya yang sudah terukur aman. Aku jatuh cinta dengan perjalanan
ini juga tempat wisatanya. Seperti perpaduan yang pas. Rute yang apik,
penginapan yang bagus, dan pantai yang indah sekali.
Aku dan Uais juga
sempat membahas kemana pantai ini berhadapan. Ternyata ke antartika dong dan ke
sebelah baratnya menuju Australia. Senda gurau yang asyik di pantai yang indah.
Momen tak terlupakan di umurku yang ke 27.
Menginap semalaman
bersama teman-teman untuk bersantai-santai, mabar, musikan, merokok dan ngopi,
dan berbincang-bincang seru sekali. Tanpa beban. Tyo dan Ari selaku support di
dapur juga sangat berjasa karena kita jadi tidak kelaparan dan banyak jajan. Malamnya
kita semua nyenyak tidur meskipun Tyo mengorok kencang sekali. Untungnya aku
bawa ear buds untuk peredam suara. Tapi, kata Syaif aku juga sama ngorok tapi
suaranya lebih kencang Tyo hehe. Kalau Syahid, dia selalu yang pertama
tertidur.
Di pagi harinya,
setelah aku kenyang sarapan indomie2 dan telur 2 ketika masih pada tidur. Kita
eksplor pantai pasir putih dan penangkaran penyu. Pantai pasir putih indah
sekali lapangan pasir luas serta ombaknya yang kencang dari samudera hindia.
Kita puas bermain bola disana, tidak ada pengunjung lain hanya kita disitu.
Tapi, karena teringat kalau harus berjalan pulang yang menempuh jarak jauh aku
tidak terlalu antusias untuk membuang tenaga disitu.
Setelah itu kita
bergeser ke penangkaran penyu. Ketika melihat penyu-penyu di kolam aku teringat
film magis the red turtle. Haduh, jadi ingat lagi kemalangan nelayan yang
terdampar di pulau antah berantah. Teman-teman terlihat terburu-buru dan tidak
antusias. Bahkan deskripsi jenis penyunya saja tidak mereka baca. Aku juga
terpaksa tidak bisa berlama-lama jadinya. Aku sempat melihat souvenir penyu
yang lucu. Tadinya mau aku beli, tapi aku baru ingat aku akan kesini lagi
nanti. Jadi, aku belinya jika aku main lagi kesini saja. Sedikit percakapan
dengan tukang souvenir.
“Pak ini gantungan
kuncinya bahan kayu ya?” ucapku.
“Bukan, itu dari
microfiber” ucap si bapak penjual.
Ada kejadian lucu
juga, jadi kita membayar 2 kali untuk pantai yang sama karena ketidak tahuan.
Di pantai pasir putih bayar tiket dan parkir, di penangkaran penyu bayar tiket
dan parkir juga. Padahal ketika ke pantai sama saja bersambung tanpa sekat
hehehe. Jadi pengalaman juga buatku untuk lebih meriset destinasi wisata lebih
detail kedepannya.
Setelah puas
bermain di daerah laut kitapun kembali ke villa. Sesampainya ada yang antri
mandi, ada yang masak, ada yang beres-beres tas, dan ada juga yang rebahan
santai.
Semua siap, sudah
foto-foto dan pamit juga ke Kang Surya gas kita cabut menuju Puncak Dharma via
Geopark Ciletuh. Wow di awal perjalanan jalannya jelek sekali banyak yang
hancur. Tetapi setelah sampai persimpangan jalannya bagus dan berkelok-kelok
bahkan kita sering berhenti untuk ngonten.
Awal-awal masih
daerah perkampungan warga jadi banyak lalu lalang motor. Tapi semakin jauh
berjalan jalanan semakin sepi dan enak untuk cornering. Tapi seribu tapi,
rasanya rugi sekali jika di daerah yang indah ini malah kebut-kebutan dan tidak
menikmati sepenuhnya jalur yan indah. Jika balik lagi kesini aku akan riding
santai dan menikmati jalurnya.
Si Bayu di awal
sudah bilang ada tanjakan yang sangat mengerikan. Akupun baru tahu bahwa yang
di maksud adalah tanjakan Dini. Gila motorku meraung-raung, untung gear setnya
sudah settingan nanjak. Ketika sampai di parkiran Puncak Dharma, motorku bau
hangus menandakan kanvas koplingnya haus dan terbakar. Sudahlah, dinginkan
mesin dulu kita foto-foto dan shalat ashar. Tak lupa aku melumasi rantaiku dulu
karena terlihat sudah kering lagi karena kebut-kebutan dijalan.
Momen berkesan
lagi, kali ini luar biasa indah di banding sebelumnya. Dimana kita bisa
berpapasan dengan samudera hindia yang luas serta vegetasi rimbun khas
perbukitan seluas mata memandang. Aku kagum sekali dengan komposisi keindahan
ini. Soalnya seumur hidup aku belum pernah menyaksikan laut dan juga bukit
berdampingan. Di puncak tertinggi menikmati pemandangan dan juga hawa yang
sejuk. Bersenda gurau sambil merokok. Nikmat mana lagi yang kau dustakan kawan.
Beberapa jokes yang
ku ingat di saat itu:
“Tyo: Kalau lempar
cupang dari sini mati atau idup?”
“Doni: Itu
bintik-bintik apa sih?
Bayu: Tambak ikan.
Doni: Oh gw kira
ranjau bom”
“Uais: P.. Penyu”
Setelah puas di Puncak
Dharma dan melaksanakan shalat ashar kita lanjut lagi jalan menuruni bukit. Jalanan
masih bagus dan berkelak-kelok. Tapi beberapa saat dari situ kode mil motor Ari
menyala membuat dia panik dan berhenti sehingga aku dan Bayu yang berada di
depanpun putar balik untuk mengecek.
*Motor Ari
kehabisan air radiator
Syahid tanggap dan
membuka radiator Ari yang ternyata sudah habis airnya. Disitu Syahid meminjam
obeng padaku, untungnya ada. Aku baru ingat lupa membawa set kunci yang sudah
aku pesan di shopee haduh sudah dibeli jauh hari malah lupa di bawa. Pada
akhirnya motor Ari tetap bisa melaju untuk sementara di isi air botolan dulu.
Alhmadulillah bisa sampai rumah dengan aman varionya Ari.
Selesai dengan
motor Ari beberapa saat ketika kita berjalan lagi malah motorku yang trouble. Cakram
remku overheat dan kehilangan daya cengkram sampai 80% bahkan kata Wisnu sempat
keluar asap. Untungnya di momen krusial itu aku masih sempat menepi dengan
aman. Tidak terbayang jika aku paksakan karena di satu belokan depan ada turunan
yang sangat panjang dan langsung tembus ke laut. Kalau sampai blong kesana. Tak
terbayang akan seperti apa. Sambil menunggu cakram dingin Syahid mewanti-wanti
agar jangan di siram remnya karena bisa membuat cakram bengkok dan menurunkan kinerja
rem. Setelah mengabarkan di grup Bayu, Ari, Boim dan Syaif berputar balik
menyusulkan di atas. Waduh repot-repot padahal tinggal tunggu saja dibawah
karena ini hanya cakram overheat tinggal menunggu dingin saja. Tapi ketika aku
tanya Bayu untuk apa menyusul ke atas repot. Bayu bilang “kan aku sayang kamu”.
Hahaha, di momen sulit malah jadi waktu bersenda gurau dan rokokan. Kita malah
duduk-duduk santai sambil gerimis mulai turun.
Syahid memegang
cakramku setelah sebatang rokok habis. Dia bilang sudah dingin dan kitapun
lanjut jalan lagi. Jalur mulai menemui tepi laut tambak-tambak ikan mulai
terlihat jelas, suara gemuruh ombak mulai terdengar. Namun, hujan juga mulai
membesar sehingga Syahid meminta untuk menepi dulu. Kebetulan sekali disana ada
warung. Langit sudah mulai menggelap waktu menunjukan jam 17.30. Kita kompak
makan mie dulu untuk mengganjal perut sebelum makan di daerah kota.
Momen bagus nan
jarang kembali terjadi lagi dihidupku saat itu. Kita menikmati indomie hangat
di tepi laut pada senja hari. Lautan yang pasang serta berkabut karena hujan, ombaknya
menghajar keras ke bawah tepi warung yang menciptakan suara dentuman besar. Membuat
suasana menjadi sendu dan hikmat. Setelahnya kita merokok sesaat waktu maghrib
masuk. Ya Allah perjalanan ini sangat luar biasa, terbaik. Mengakhiri rest kita
disitu kitapun shalat maghrib menjamak isya.
Malam turun, semua
gelap. Feel riding mulai berubah dan kehati-hatian meningkat berkali-kali lipat.
Jalur berkelok, menurun tajam, aspal yang basah, dan lingkungan gelap total
membuatku menguatkan instingku untuk bertahan di tengah tekanan riding.
Setelah jalur hutan
sudah di lalui benakku terbesit syukur. Meskipun langsung di hajar macet
panjang di daerah kota. Ini lebih baik daripada harus bertarung dengan jalur
yang seperti itu dengan kecepatan tinggi.
Ditengah macet aku
terpaksa terpisah dengan rombongan dan menyeberang jalur kanan karena mobil bus
mau lewat. Akhirnya aku berhasil meloloskan diri dari kemacetan karena
menemukan momentum yang pas untuk
menyalip kendaraan yang stuck. Tetapi, teman-teman tetap terjebak disana dan
tertinggal beberapa kilometer di belakangku. Agar tetap dalam pantauan akupun
sharelokasi ke grup dan Bayu merespon agar aku berhenti untuk menunggu mereka
didepan. Akhirnya kita tetap bisa bersatu lagi, aku menyalakan sen dan led
intercom agar teman-teman bisa melihat. Menunggu mereka lumayan lama juga
sekitar 15 menit.
Oh iya di dalam
kemacetan tadi sempat ada beat putih rese yang sangat arogan. Dia terlihat
sangat buru-buru dan spam klakson ke RC kita. Tapi Bayu cuek dan tetap pada flow
kendaraan. Akhirnya beat putih dengan handle bar pro taper arogan dan
geber-geber membuat kita sangat terganggu dengan gesturnya. Disitu aku mulai mengukur
situasi. Aku perhatikan dulu tingkahnya jika sampai benar-benar menyenggol aku
pasti akan turun untuk konfrontasi. Tapi situasi masih terkendali dan dia belok
kanan ke arah pasar.
Rencana awal kita makan
di Bogor pukul 20.00 tapi jadinya malah 21.00. Wah, asik banget makan pecel
ayam panas dan minum teh hangat bareng-bareng. Disitu mood teman-teman sudah
terlihat layu sekali karena kelelahan. Tidak ada lagi senda gurau. Semua hening
menikmati makanannya masing-masing.
Sempat terjadi perbincangan
antara mau nginep di rumah Tyo dulu atau tidak karena sudah sangat larut.
Takutnya berbahaya dijalan, tertuma Uais yang rumahnya banyak di lalui truk
besar di jam malam. Akhirnya kita semua memutuskan untuk tidur dulu di rumah
Tyo, tapi Ari memilih untuk langsung pulang.
Di Bogor kota Bayu
mulai membonceng Tyo karena menurutku pasti Bayu kurang hapal putara di kota
Bogor sama sepertiku. Putarannya jauh sekali dan bikin bingung, mungkin aku
butuh beberapa kali lagi lewat sana baru hapal. Itu karena rute berangkat dan
pulang berbeda.
Setelah bertemu rel
sudahlah itu jalan tinggal lurus menuju Parung. Kendaraan anak-anak di pacu
lebih kencang di lurusan Parung. Supraku ketinggalan jauh. Aku tak mau
memaksakan rpm mesinku, tidak senang,
seperti merusak kendaraan sendiri rasanya.
Akhirnya kita semua
sampai semua di rumah Tyo dan langsung tidur pulas hingga pagi. Aku sempat terbangun
jam 4 karena ingin cepat-cepat pulang tapi anak-anak masih betah tidur. Akhirnya
aku juga ikut tidur. Di bangunkan Bayu untuk shalat aku langsung berwudhu dan
berjamaah dengannya di susul anak-anak lain.
Sebelum pulang aku
sempat sarapan popmie dan minum teh hangat. Lumayan untuk mengisi energi karena
selama perjalanan aku makan bukan pada porsiku tapi porsi normal jadi di pagi hari
masih ada efek lapar.
Kitapun jalan
pulang lagi. Rombongan berpisah di jalur legok – serpong, aku dan Uais tetap
beriringan menuju Parungpanjang. Alhamdulillah semuanya sampai rumah dengan selamat.
Dari perjalan ini
ada evaluasi pribadi untuk diriku sendiri:
1. Rombongan sebaiknya
menggunakan intercom agar touring lebih hidup
2. Pakai ban kualitas
premium, karena menggunakan ban lokal swallow ban belakangku sempat slide
ketika menikung kanan. Hampir jatuh di tanjakan.
3. Melatih
cornering kanan dengan smooth karena PR sekali tidak bisa mengimbangi yang
lain.
4. Set up rem yang
maksimal
Perjalanan kali ini
adalah perjalanan yang sangat memuaskan bagiku. Perjalanan ini juga menjadi
turning point untuk kehidupanku kedepan. Aku harus berubah menjadi versi
terbaik diriku demi keluargaku. Tidak ada lagi foya-foya, aku mengakhiri masa bermainku
bersamaan dengan selesainya acara ini. Aku akan lebih memperhatikan keluargaku
seutuhnya. Terimakasih teman-teman untuk pengalaman terbaiknya. Meskipun tidak
dalam waktu dekat, kita akan riding bersama lagi nanti. Ketika kalian sudah
menikah semua ya hehe. Good luck for us!
0 comments:
Posting Komentar