Jumat, 05 Juli 2024

Cerita panjang touring motor ke jalur selatan sukabumi (Pantai Ujung Genteng dan Puncak Dharma Geopark Ciletuh)

 Cerita panjang touring motor ke jalur selatan sukabumi

Awalnya aku sudah punya rencana untuk touring bareng istri antara bulan juni atau juli tahun ini. Rencana ini sudah ku siapkan dari jauh hari dari mulai riding gear hingga motor sudah aku cicil untuk melakukan perjalanan ke Tegal bareng istri. Tapi, alhamdulillahnya istriku mengandung. Jadi, rencananya di undur dulu karena istri harus banyak beristirahat dan tidak boleh jalan jauh. Sebagai gantinya karena motor sudah kepalang siap untuk touring aku ikut rencana Syahid dan teman-teman untuk melakukan perjalanan ke Ujung Genteng. Sudah izin istri dan di perbolehkan karena ini akan menjadi touring terakhirku. Sehabis ini aku akan jeda lama dari dunia pertouringan untuk mengurusi anakku.

The baduts adalah sebuah grup yang terbentuk secara tidak sengaja karena kebetulan anggotanya punya hobby yang sama yakni touring motor. Berikut deskripsi grup motor the baduts yang di tulis oleh Boim:

“MAKNA BADUTS

Nama BADUTS

Singkatan dari nama anggota yaitu Bayu, Abdul, Doni, Uais, Tio, Sahid

Logo badut

Sebagai simbol untuk menghibur baik diri sendiri dan di harapkan dapat menghibur orang lain

Lambang api di kepala

Menyimbolkan rasa semangat dalam aktivitas apapun dan selalu antusias dalam kegiatan apapun yang didasari rasa semangat yang kuat.

Obor Emas

Melambangkan kejayaan kesuksesan dan kesejahteraan, khususnya anggota baduts yang menyimbolkan kesejahteraan, kesuksesan dan, kejayaan dalam hidup

Background putih

Melambangkan kesucian, kesucian dalam hati pikiran dan perbuatan

Tanggal

Melambangkan tanggal di bentuknya baduts

You will not ride alone

Arti dalam bahasa indonesia adalah “kamu tidak akan berkendara sendiri” sebagai selogan kita bahwa kita akan selalu bersama-sama dalam kegiatan apapun termasuk salah satunya adalah ketika berkendara.”

Perjalanan kali ini beranggotakan 9 orang dan 7 motor diantaranya ada aku dengan supraku, Syahid dengan Vario propernya, Bayu dengan Nmax, Boim dan Syaif dengan PCX, Tio dan Wisnu dengan PCX juga, Ariansyah dengan Vario 125, serta Uais dengan Beatnya.

Tujuan kali ini adalah 2 destinasi. Pertama ke pantai pasir putih Ujung Genteng, kedua Puncak Dharma Geopark Ciletuh. Jarak tempuh sejauh hampir 300km menuju Ujung Genteng dan memakan waktu 7 jam tanpa di hitung break.

Titik kumpul awal di rumah Tyo di hari minggu malam. Kita semua kumpul dan sempat makan mie dan nasi serta roti bakar yang di suguhkan tuan rumah sebelum tidur. Tapi nyatanya sedikit yang bisa tidur kebanyakan tidak bisa tidur karena banyak nyamuk dan kurang nyaman tidur di alas. Beruntung aku seharian sudah full istirahat jadi tidak sempoyongan dijalan karena kurang tidur, karena di rumah Tyo sama sekali aku tidak bisa tidur. Mungkin karena tidak terbiasa juga tidur di alas.

Di hari senin jam 3 pagi kita semua bangun. Ada yang mandi, ada yang tidak. Semua bersiap untuk melakukan perjalanan jauh. Tak lupa aku melumasi rantai motorku secukupnya supaya lebih gesit lagi di jalan karena harus mengejar mesin matic dan cc 150+. Masuk pukul 4 dini hari, setelah pamit dengan Pakde (Ayah Tyo) dan melakukan briefing oleh Bayu kita langsung siap di posisi masing-masing dan memutar gas motor kita.

Melalui jalan yang gelap serta bekercepatan tinggi aku sering ketinggalan karena Bayu sebagi RC (Road captain) belum mengkalibrasi kecepatan anak-anak di belakang. Beruntungnya selalu ada Syahid sebagai sweeper yang memberitahu kedepan jika jarak ekor sudah terlalu jauh.

Di jam 5.30 kita break untuk subuhan. Sukanya bergaul dengan teman yang rajin shalat, kita jadi keikutan rajin. Di masjid kecil ada seorang bapak musyafir yang sedang istirahat. Kami hanya saling lempar senyum karena parkir tepat di depannya. Ketika shalat seperti biasa Boim sering menggoda teman-teman lain untuk tertawa. Asli, aku juga hampir keikutan ketawa di rakaat kedua. Kocak sekali orang itu tidak tau tempat bercanda. Tapi kalau di ingat memang tingkah lakunya kocak sekali si Boim.

Setelah lepas macet-macetan di daerah kota Sukabumi dan mencapai daerah Cibadak kita break dulu untuk sarapan. Wah rasanya nikmat sekali sarapan pagi ditemani teman-teman. Beres makan kita rokokan. Luar biasa momennya.Biasanya kita bertemu di pagi hari untuk kerja, kalau ini bersantai-santai suka ria. Uduknya murah lagi, pakai telur Cuma 8k + gorengan 1 jadi 9k saja. Kita harus jalan lagi karena jarak ke tujuan pertama masih 201km lagi.

Ketika aku dan Ari sedang isi bensin di antrian. Petugas pom mulai membuka antrian baru ketika aku hendak mendorong motorku tiba-tiba di salip oleh motor scoopy. Astaghfirullah, disitu aku emosi dan mendorong behel motor itu agar keluar dari antrian. Konfrontasi sempat terjadi tapi aku tetap mengontrol emosiku. Akhirnya dia mengalah juga. Aku bilang saya antri dari tadi, jangan di biasain bang! Haduh, untung saja tidak sampai baku hantam. Kalau menang tapi viral bisa mengancam karir, kalau kalah juga malu. Ya Allah, untung masih sabar dan bisa berpikir jernih. Aku tidak bisa terima kalau di dzalimi oleh orang, rasa melawanku pasti membara jika aku di tindas. Sudahlah, lain kali harus bisa lebih sabar lagi.

Jalur Cibadak yang membuatku jatuh cinta. Meliuk-liuk dan sepi kendaraan sayang seribu sayang kita melewatinya dengan kebut-kebutan jadi tidak bisa menikmati dan meresapi indahnya jalur.

Beberapa kilometer menuju pantai jalannya jelek sekali dan penuh tambalan. Aku harus menahan bunyi batok motorku yang sangat berisik karena getarannya hebat sekali. Huh, nampaknya PR besar supaya motor ini benar-benar nyaman untuk di kendarai.

Lelah melakukan perjalanan yang panjang. Rasanya bahagia ketika melihat desiran ombak dan pasir putih yang indah. Akhirnya sampai juga kita disini. Alhamdulillah.

Sampai villa aku mulai menjemur yang perlu di jemur seperti sarung tangan, head band, celana, dan hoodie baduts. Sepatuku juga ternyata jebol bagian depannya. Villa Kang Surya ini bagus. Harga murah tapi lengkap set up rumah tangganya. Ketika masuk ruang tengah langsung di sambut angin dingin dari kipas angin gantung. Subhanallah nikmat sekali rasanya setelah seharian kepanasan. Rumahnya benar-benar adem sangat membuat betah.

Setelah menaruh tas dan barang-barang kita kumpul di ruang tengah untuk makan nasi padang yang sebelumnya sudah dibeli dijalan. Setelah itu semua berstirahat tidur.

Sorenya kita makan lagi lauknya mie dan nasi yang di masak oleh Tyo. Setelah itu beberapa ada yang mulai keluar menikmati pantai. Di awali Syahid yang asik bikin cinematic. Kemudian di susul Uaias dan Boim, lalu Bayu juga ikut.

Saat itu aku malah asik duduk di teras villa menikmati angin sore sepoi-sepoi yang bersambung terus menerus. Subhanallah nikmat sekali rasanya. Angin ini tidak aku rasakan di Tangerang, angin ini juga beda dari angin yang pernah ku nikmati di Bandung. Angin ini lebih kering karena di pantai, tapi tetap menyejukkan. Ajakan Bayu untuk ikut menyusul anak-anakpun aku tolak karena aku betah sekali menikmati angin-angin ini. Pengalaman yang luar biasa, tidak ada beban yang biasanya dirasakan sehari-hari, hanya memandangi lalu lalang aktivitas warga serta desiran ombak  dari kejauhan.

Kemudian aku teringat sepatuku yang jebol bagian depannya. Aku kira disini tidak ada warung, tapi ternyata di samping kiri villa kita ada warung yang menjual lem. Alahamdulillah sepatuku bisa di selamatkan lemnya menempel kuat sampai aku pulang ke rumah. Harga-harga juga tidak mahal disini. Lem 5rb, kerupuk 2rb, sunlight 5rb. Ternyata disini pemukiman warga juga jadi harganya tidak mahal-mahal.

Kemudian setelah bosan duduk di teras aku mulai menyusul teman-teman menikmati sore di pantai. Kita duduk dan merokok di bale. Menghadap pantai kita mulai saling bercerita dimana disitu aku mendengar alasan kenapa Syahid senang sekali bermain custom motor. Ternyata itu adalah asanya dari lama, ketika masa sekolah dia hanya bisa menahan diri karena belum berpenghasilan. Jadi ketika finansialnya sudah mendukung dia benar-benar totalitas untuk melakukan hobbynya yang terpendam lama. Bahkan rencana kedepannya dia ingin mendaftarkan motornya di kejuaraan custom motor tipe harian. Sedangkan aku sendiri bercerita ke teman-teman bahwa perjalanan ini akan ku lakukan lagi suatu saat dengan keluarga kecilku karena rute dan tempatnya yang sudah terukur aman. Aku jatuh cinta dengan perjalanan ini juga tempat wisatanya. Seperti perpaduan yang pas. Rute yang apik, penginapan yang bagus, dan pantai yang indah sekali.

Aku dan Uais juga sempat membahas kemana pantai ini berhadapan. Ternyata ke antartika dong dan ke sebelah baratnya menuju Australia. Senda gurau yang asyik di pantai yang indah. Momen tak terlupakan di umurku yang ke 27.

Menginap semalaman bersama teman-teman untuk bersantai-santai, mabar, musikan, merokok dan ngopi, dan berbincang-bincang seru sekali. Tanpa beban. Tyo dan Ari selaku support di dapur juga sangat berjasa karena kita jadi tidak kelaparan dan banyak jajan. Malamnya kita semua nyenyak tidur meskipun Tyo mengorok kencang sekali. Untungnya aku bawa ear buds untuk peredam suara. Tapi, kata Syaif aku juga sama ngorok tapi suaranya lebih kencang Tyo hehe. Kalau Syahid, dia selalu yang pertama tertidur.

Di pagi harinya, setelah aku kenyang sarapan indomie2 dan telur 2 ketika masih pada tidur. Kita eksplor pantai pasir putih dan penangkaran penyu. Pantai pasir putih indah sekali lapangan pasir luas serta ombaknya yang kencang dari samudera hindia. Kita puas bermain bola disana, tidak ada pengunjung lain hanya kita disitu. Tapi, karena teringat kalau harus berjalan pulang yang menempuh jarak jauh aku tidak terlalu antusias untuk membuang tenaga disitu.

Setelah itu kita bergeser ke penangkaran penyu. Ketika melihat penyu-penyu di kolam aku teringat film magis the red turtle. Haduh, jadi ingat lagi kemalangan nelayan yang terdampar di pulau antah berantah. Teman-teman terlihat terburu-buru dan tidak antusias. Bahkan deskripsi jenis penyunya saja tidak mereka baca. Aku juga terpaksa tidak bisa berlama-lama jadinya. Aku sempat melihat souvenir penyu yang lucu. Tadinya mau aku beli, tapi aku baru ingat aku akan kesini lagi nanti. Jadi, aku belinya jika aku main lagi kesini saja. Sedikit percakapan dengan tukang souvenir.

“Pak ini gantungan kuncinya bahan kayu ya?” ucapku.

“Bukan, itu dari microfiber” ucap si bapak penjual.

Ada kejadian lucu juga, jadi kita membayar 2 kali untuk pantai yang sama karena ketidak tahuan. Di pantai pasir putih bayar tiket dan parkir, di penangkaran penyu bayar tiket dan parkir juga. Padahal ketika ke pantai sama saja bersambung tanpa sekat hehehe. Jadi pengalaman juga buatku untuk lebih meriset destinasi wisata lebih detail kedepannya.

Setelah puas bermain di daerah laut kitapun kembali ke villa. Sesampainya ada yang antri mandi, ada yang masak, ada yang beres-beres tas, dan ada juga yang rebahan santai.

Semua siap, sudah foto-foto dan pamit juga ke Kang Surya gas kita cabut menuju Puncak Dharma via Geopark Ciletuh. Wow di awal perjalanan jalannya jelek sekali banyak yang hancur. Tetapi setelah sampai persimpangan jalannya bagus dan berkelok-kelok bahkan kita sering berhenti untuk ngonten.

Awal-awal masih daerah perkampungan warga jadi banyak lalu lalang motor. Tapi semakin jauh berjalan jalanan semakin sepi dan enak untuk cornering. Tapi seribu tapi, rasanya rugi sekali jika di daerah yang indah ini malah kebut-kebutan dan tidak menikmati sepenuhnya jalur yan indah. Jika balik lagi kesini aku akan riding santai dan menikmati jalurnya.

Si Bayu di awal sudah bilang ada tanjakan yang sangat mengerikan. Akupun baru tahu bahwa yang di maksud adalah tanjakan Dini. Gila motorku meraung-raung, untung gear setnya sudah settingan nanjak. Ketika sampai di parkiran Puncak Dharma, motorku bau hangus menandakan kanvas koplingnya haus dan terbakar. Sudahlah, dinginkan mesin dulu kita foto-foto dan shalat ashar. Tak lupa aku melumasi rantaiku dulu karena terlihat sudah kering lagi karena kebut-kebutan dijalan.

Momen berkesan lagi, kali ini luar biasa indah di banding sebelumnya. Dimana kita bisa berpapasan dengan samudera hindia yang luas serta vegetasi rimbun khas perbukitan seluas mata memandang. Aku kagum sekali dengan komposisi keindahan ini. Soalnya seumur hidup aku belum pernah menyaksikan laut dan juga bukit berdampingan. Di puncak tertinggi menikmati pemandangan dan juga hawa yang sejuk. Bersenda gurau sambil merokok. Nikmat mana lagi yang kau dustakan kawan.

Beberapa jokes yang ku ingat di saat itu:

“Tyo: Kalau lempar cupang dari sini mati atau idup?”

 

“Doni: Itu bintik-bintik apa sih?

Bayu: Tambak ikan.

Doni: Oh gw kira ranjau bom”

 

“Uais: P.. Penyu”

Setelah puas di Puncak Dharma dan melaksanakan shalat ashar kita lanjut lagi jalan menuruni bukit. Jalanan masih bagus dan berkelak-kelok. Tapi beberapa saat dari situ kode mil motor Ari menyala membuat dia panik dan berhenti sehingga aku dan Bayu yang berada di depanpun putar balik untuk mengecek.

*Motor Ari kehabisan air radiator

Syahid tanggap dan membuka radiator Ari yang ternyata sudah habis airnya. Disitu Syahid meminjam obeng padaku, untungnya ada. Aku baru ingat lupa membawa set kunci yang sudah aku pesan di shopee haduh sudah dibeli jauh hari malah lupa di bawa. Pada akhirnya motor Ari tetap bisa melaju untuk sementara di isi air botolan dulu. Alhmadulillah bisa sampai rumah dengan aman varionya Ari.

Selesai dengan motor Ari beberapa saat ketika kita berjalan lagi malah motorku yang trouble. Cakram remku overheat dan kehilangan daya cengkram sampai 80% bahkan kata Wisnu sempat keluar asap. Untungnya di momen krusial itu aku masih sempat menepi dengan aman. Tidak terbayang jika aku paksakan karena di satu belokan depan ada turunan yang sangat panjang dan langsung tembus ke laut. Kalau sampai blong kesana. Tak terbayang akan seperti apa. Sambil menunggu cakram dingin Syahid mewanti-wanti agar jangan di siram remnya karena bisa membuat cakram bengkok dan menurunkan kinerja rem. Setelah mengabarkan di grup Bayu, Ari, Boim dan Syaif berputar balik menyusulkan di atas. Waduh repot-repot padahal tinggal tunggu saja dibawah karena ini hanya cakram overheat tinggal menunggu dingin saja. Tapi ketika aku tanya Bayu untuk apa menyusul ke atas repot. Bayu bilang “kan aku sayang kamu”. Hahaha, di momen sulit malah jadi waktu bersenda gurau dan rokokan. Kita malah duduk-duduk santai sambil gerimis mulai turun.

Syahid memegang cakramku setelah sebatang rokok habis. Dia bilang sudah dingin dan kitapun lanjut jalan lagi. Jalur mulai menemui tepi laut tambak-tambak ikan mulai terlihat jelas, suara gemuruh ombak mulai terdengar. Namun, hujan juga mulai membesar sehingga Syahid meminta untuk menepi dulu. Kebetulan sekali disana ada warung. Langit sudah mulai menggelap waktu menunjukan jam 17.30. Kita kompak makan mie dulu untuk mengganjal perut sebelum makan di daerah kota.

Momen bagus nan jarang kembali terjadi lagi dihidupku saat itu. Kita menikmati indomie hangat di tepi laut pada senja hari. Lautan yang pasang serta berkabut karena hujan, ombaknya menghajar keras ke bawah tepi warung yang menciptakan suara dentuman besar. Membuat suasana menjadi sendu dan hikmat. Setelahnya kita merokok sesaat waktu maghrib masuk. Ya Allah perjalanan ini sangat luar biasa, terbaik. Mengakhiri rest kita disitu kitapun shalat maghrib menjamak isya.

Malam turun, semua gelap. Feel riding mulai berubah dan kehati-hatian meningkat berkali-kali lipat. Jalur berkelok, menurun tajam, aspal yang basah, dan lingkungan gelap total membuatku menguatkan instingku untuk bertahan di tengah tekanan riding.

Setelah jalur hutan sudah di lalui benakku terbesit syukur. Meskipun langsung di hajar macet panjang di daerah kota. Ini lebih baik daripada harus bertarung dengan jalur yang seperti itu dengan kecepatan tinggi.

Ditengah macet aku terpaksa terpisah dengan rombongan dan menyeberang jalur kanan karena mobil bus mau lewat. Akhirnya aku berhasil meloloskan diri dari kemacetan karena menemukan momentum yang  pas untuk menyalip kendaraan yang stuck. Tetapi, teman-teman tetap terjebak disana dan tertinggal beberapa kilometer di belakangku. Agar tetap dalam pantauan akupun sharelokasi ke grup dan Bayu merespon agar aku berhenti untuk menunggu mereka didepan. Akhirnya kita tetap bisa bersatu lagi, aku menyalakan sen dan led intercom agar teman-teman bisa melihat. Menunggu mereka lumayan lama juga sekitar 15 menit.

Oh iya di dalam kemacetan tadi sempat ada beat putih rese yang sangat arogan. Dia terlihat sangat buru-buru dan spam klakson ke RC kita. Tapi Bayu cuek dan tetap pada flow kendaraan. Akhirnya beat putih dengan handle bar pro taper arogan dan geber-geber membuat kita sangat terganggu dengan gesturnya. Disitu aku mulai mengukur situasi. Aku perhatikan dulu tingkahnya jika sampai benar-benar menyenggol aku pasti akan turun untuk konfrontasi. Tapi situasi masih terkendali dan dia belok kanan ke arah pasar.

Rencana awal kita makan di Bogor pukul 20.00 tapi jadinya malah 21.00. Wah, asik banget makan pecel ayam panas dan minum teh hangat bareng-bareng. Disitu mood teman-teman sudah terlihat layu sekali karena kelelahan. Tidak ada lagi senda gurau. Semua hening menikmati makanannya masing-masing.

Sempat terjadi perbincangan antara mau nginep di rumah Tyo dulu atau tidak karena sudah sangat larut. Takutnya berbahaya dijalan, tertuma Uais yang rumahnya banyak di lalui truk besar di jam malam. Akhirnya kita semua memutuskan untuk tidur dulu di rumah Tyo, tapi Ari memilih untuk langsung pulang.

Di Bogor kota Bayu mulai membonceng Tyo karena menurutku pasti Bayu kurang hapal putara di kota Bogor sama sepertiku. Putarannya jauh sekali dan bikin bingung, mungkin aku butuh beberapa kali lagi lewat sana baru hapal. Itu karena rute berangkat dan pulang berbeda.

Setelah bertemu rel sudahlah itu jalan tinggal lurus menuju Parung. Kendaraan anak-anak di pacu lebih kencang di lurusan Parung. Supraku ketinggalan jauh. Aku tak mau memaksakan rpm mesinku,  tidak senang, seperti merusak kendaraan sendiri rasanya.

Akhirnya kita semua sampai semua di rumah Tyo dan langsung tidur pulas hingga pagi. Aku sempat terbangun jam 4 karena ingin cepat-cepat pulang tapi anak-anak masih betah tidur. Akhirnya aku juga ikut tidur. Di bangunkan Bayu untuk shalat aku langsung berwudhu dan berjamaah dengannya di susul anak-anak lain.

Sebelum pulang aku sempat sarapan popmie dan minum teh hangat. Lumayan untuk mengisi energi karena selama perjalanan aku makan bukan pada porsiku tapi porsi normal jadi di pagi hari masih ada efek lapar.

Kitapun jalan pulang lagi. Rombongan berpisah di jalur legok – serpong, aku dan Uais tetap beriringan menuju Parungpanjang. Alhamdulillah semuanya sampai rumah dengan selamat.

Dari perjalan ini ada evaluasi pribadi untuk diriku sendiri:

1. Rombongan sebaiknya menggunakan intercom agar touring lebih hidup

2. Pakai ban kualitas premium, karena menggunakan ban lokal swallow ban belakangku sempat slide ketika menikung kanan. Hampir jatuh di tanjakan.

3. Melatih cornering kanan dengan smooth karena PR sekali tidak bisa mengimbangi yang lain.

4. Set up rem yang maksimal

Perjalanan kali ini adalah perjalanan yang sangat memuaskan bagiku. Perjalanan ini juga menjadi turning point untuk kehidupanku kedepan. Aku harus berubah menjadi versi terbaik diriku demi keluargaku. Tidak ada lagi foya-foya, aku mengakhiri masa bermainku bersamaan dengan selesainya acara ini. Aku akan lebih memperhatikan keluargaku seutuhnya. Terimakasih teman-teman untuk pengalaman terbaiknya. Meskipun tidak dalam waktu dekat, kita akan riding bersama lagi nanti. Ketika kalian sudah menikah semua ya hehe. Good luck for us!




































































































Share:

0 comments:

Posting Komentar