Rabu, 06 Maret 2019

MENGALAMI MISTERI DI GUNUNG CIREMAI TERSESAT SELAMA 3 HARI

Saya adalah seorang pendaki mungkin apabila di kategorikan saya hanyalah pendaki yang amatir, karena pendakian yang saya lakukan  untuk mencari kepuasan hati dan Mengkagumi kebesaran Allah Swt.
Pada awal tahun 2002, Saya dan ketiga teman saya Encam, Naning, Peking, dan saya sendiri Utis Sutrisna merencanakan sebuah pendakian tetapi kami semua belum tau untuk mendaki ke Gunung mana yang akan kami tuju. Di saat  saya bertemu Naning dia bilang.
Naning :"Tis gw belum pernah naik gunung sama lo kira - kira kapan
       kita bisa naik bareng Tis, terus ke gunung mana ya Tis kayanya
       seru kalau kita naik bareng.?
Saya   :"Wah gw belum tau nih Ning  mau naik kemana, tapi gw pingin
       naik ke tanah tertinggi di Jawa Barat Ning!!",
       Gimana kalo kita ke Ciremai aja Ning.
     Tak lama kemudia saya bertemu dengan salah satu teman saya dia adalah salah satu orang yang pertama mengawali dan menemani hoby saya mendaki Encam namanya, terus sayapun memberitaukan percakapan dengan Naning ke Encam.
Saya    :"Cam Naning ngajak naik bareng gimana kalo kita naik ke
         Ciremai?......",
Encam    :"Boleh Tis kapan?.......
Saya    :"Gimana kalo bulan April Cam?...
Encam      :"Boleh!!.
Kemudian salah satu teman kami Peking datang di pertengahan obrolan saya dengan Encam, Peking langsung gabung dengan obrolan kami.
Peking   :"Lagi ngbroin apa lo berdua?....",
saya     :"Gini King, Naning ngajakin naik bareng terus gw punya
         rencana sih pingin naik ke Ciremai!!
Peking    :"Boleh tuh! gw ikut deh!".
Besok harinya Peking  datang ketempat biasa kami nongkrong.
Peking  "Wooy gw dah beli carriel baru nih yo siap berangkat",
Akhirnya kami semua merencanakan lebih lanjut untuk pendakian yang belum tau track atau jalur pendakian gunung Ciremai sebelumnya, akhirnya kami mencari informasi dari kawan - kawan kami yang sudah melakukan pendakian ke gunung tersebut.Dengan informasi yang sangat minim kami pun menentukan hari keberangkatan.
Proses Keberangkatan
     Sebenernya kedua orang tua saya tidak pernah mengizinkan saya untuk mendaki gunung, tetapi anak seusia saya pada saat itu lagi senang - senangnya mencari sebuah pengalaman baru.
Jadi setiap saya  ingin melakukan pendakian peralatan pendakian saya selalu lebih awal di packing karena apabila  ibu saya sampai tau pasti saya akan batal melakukan pendakian, jadi caranya kami  meminta izin kepada kedua orangtua saya.
Kami semua sebelum berangkat datang dahulu kerumah saya setelah ibu saya selesai solat subuh lalu kami meminta ijin kepadanya dengan perlengkapan yang sudah ada di punggung kami masing - masing  itu saat yang sangat tepat bisa di katakan dengan memaksa. 
Akhirnya kedua orangtua saya mau tidak mau mengizinkan kami walaupun wajah mereka menunjukan tidak ikhlas mengizinkan kami semua, sayapun langsung mencium tangan ke dua orang tua saya sambil meminta do'anya "Mah utis berangkat dulu do'ain ya mah?". Encam, Naning, Peking pun bergantian meminta do'a kepada kedua orang tua saya.
    Kami semua melakukan keberangkatan pada hari selasa pagi kurang lebih  mulai berangkat dari rumah sekitar jam 5 pagi menuju terminal Bekasi, dan sebenarnya kami semua tidak tau dimana gunung Ciremai itu tepatnya.
Tetapi yang terpenting untuk kami hanya tahu di kota mana gunung Ciremai itu berada untuk kami itu pun sudah cukup, dan itu memang selalu yang kami lakukan karena apabila dari salah satu teman mendaki kami sudah tahu dimana letak gunung yang akan kami daki, kami merasa kurang asik alasanya kita berusaha ingin mengerti gunung yang kita daki dengan bersama - sama mencari jalan kepuncaknya akhirnya kita semua menuju ke kota Cirebon.
    Di separuh perjalanan bus yang kami tumpangi istirahat di salah satu SPBU lalu kami  membeli makanan unuk mengganjal perut kami tidak lama kemudian ada seorang lelaki berjaket kulit, kacamata hitam kurang lebih berusia 30 tahun nan menghampiri kami.
Lelaki jaket Kulit: "Mau kemana mas?..."
Kami              : "Ga kemana - mana ko mas!"
Lelaki jaket Kulit: "Ah mas - mas mau mendaki ya itu bawa tas besar
                    - besar?..."
Encam             : "Ia mas kami mau naik ke Ciremai"
Lelaki jaket Kulit: "Oh mau ke Ciremai kalo mau naik kesana?.. lebih
                    baik lewat jalur Palutungan aja mas lebih landai
                    dan pemandangan nya lebih indah kalo dari jalur
                    sana.
Encam             : "Oh gitu ya mas" ia sebenarnya rencana kami semua
                    inggin mendaki belum tau lewat jalur mana tapi
                    recana kami mau lewat jalur Linggarjati mas.
Lelaki jaket Kulit: "Wah lewat Linggarjati jalur nya lebih curam mas
                    saya juga suka ngebawa rombongan anak – anak
                    Universitas  untuk melakukan pelantikan, di
                    perkemahan di bawah kaki gunung Ciremai lewat
                    Palutungan. Kalo mas mau nanti saya antar ke arah
                    jalur nya.
kami merasa sudah sangat akrab dengan lelaki itu padahal kami cuma bertemu di tempat istrahat bus, ia pun memberikan no telpon di kertas ke saya lalu saya simpan di dalam dompet.
    Akhirnya kita semua percaya ucapan lelaki itu karena alasan nya sangat masuk akal dan ke lihatan dari postur tubuh nya seorang pendaki yang profesional dan ia pun mengantar kami sampai ke arah jalur Palutungngan, kamipun berpisah setelah lelaki itu bilang kamu naik ajah angkot itu dia kearah Palutungngan ko.
Sampai di pos pendaftaran jalur Palutungan
       Kami semua tiba ke sebuah pos pendaftaran untuk pendakian, lucunya kami ragu dengan pos tersebut selain pos pendaftaran nya sudah tidak layak banyak bagian yang rusak dan tidak ada satu orang pun yang menjaga pos pendaftaran tersebut, akhirnya kita istirahat di pos itu sambil bertanya kepada warga sekitar yang lewat.
Kami           :"Pak permisi saya mau tanya kalo mau mendaki mendaftar kemana ya    pak?
Warga Setempat :" Oh tunggu disini ya mas saya pangil dulu pak Sandy yang menjaga pos ini tapi orang nya lagi di kebun".
Kami           :"Ia pak kami tunggu.."
Kami semua makin bingngung, sambil menunggu saya meliahat - lihat kedalam pos dari luar karena masih terkunci itu ada sebuah mading di dalam sana saya melihat isi mading itu tentang keindahan pemandangan puncak gunung Ciremai yang ingin kami daki.
      Ga lama kemudian pak Sandy datang akhirnya pos dibuka dan kami semua masuk ke dalam.Anehnya setelah saya masuk ke dalam mading yang saya lihat dari luar tadi ternyata isinya bukan "Foto - foto keindahan puncak gunung Ciremai", melainkan sebalik nya ternyata mading tersebut berisikan "Foto - foto epakuasi korban - korban pendaki ".
Yang mengalami kecelakaan pada waktu pendakian, Saya langsung kaget tetapi saya tidak bilang kepada salah satupun teman saya, peroses pendaftaran pun akhirnya selesai.
Sebelum kami semua melanjutkan perjalanan Pak Sandy lalu menanyakan perlengkapan kami.
Pak Sandy :"Apa perlengkapanya sudah lengkap"
Kami      :”lengkap pak”!
Kami      : “Pak rencana kami  mau turunnya lewat jalur Linggar Jati?...”
Pak Sandy :” Oh gitu...! kalo mau turun lewat jalur itu nanti di puncak sana ada satu "nisan" salah satu pendaki dari kota Bekasi kalian harus lewati terus jalan ke depan nanti terlihat ada plang atau papan petunjuk yang di paku di pohon jalur Linggarjati”.
Kami      : “Ia Trimakasih ya pa!”
Lalu kami semua pamit berangkat menempuh jalur Palutungngan tersebut.
Awal memasuki Palutungan
Kami melewati pemukimman desa  Palutungngan benar ucapan lelaki yang bertemu di bus memang jalur palutungan sangat indah dan tidak terlalu curam.Sepanjang perjalanan kami bercanda agar perjalanan yang kami tempuh tidak terasa terlalu jauh dan cape.
Disela waktu kami melewati pemukiman kami semua di suguhkan dengan hamparan ladang wortel yang tumbuh sangat subur di kaki gunung Ciremai tersebut, di antara kami pun menyempatkan diri untuk meminta beberapa wortel dari si pemilik ladang ,kami pun membawa wortel tersebut untuk bekal di perjalanan.
       Selama kami berjalan mengikuti jalan setapak yang kami lalui benar - benar terasa alami sepertinya alam yang membuat jalur dengan sendirinya.Kami tidak menyadari bahwa jalur yag kami lalui sepertinya sudah sangat jarang dilalui para pendaki.
Track yang kami lalui terbentuk asli dengan sendirinya, kamipun terhalang dengan tumbangnya salah satu pohon besar yang menutupi jalur setapak, akhirya kami berhenti melihat sekeliling dan berpikir mau lewat mana.
Lalu tidak lama kemudian ada satu kelompok pendaki yang turun dari atas berlawanan arah dari kami mereka menuruni jalur lewat pohon yang tumbang didepan kami agak kaget dan kelompok pendaki yang turun itu hanya tiga orang akhirnya menghampiri kami ia bertanya kepada kami.
Kelompok Pendaki : “Mas mau muncak ya?.....”
Kami             :”Ia mas wah jalurnya tertutup pohon tumbang ya mas?”
Kelompok Pendaki :” ia kalo gitu saya lanjut turun ya mas, sukses ya sampe puncak!” 
Kami             :”Ia mas tanks ya mas hati - hati juga mas”.
Lalu kami semua melanjutkan perjalanan dengan melewati pohon besar yang tumbang itu yang sangat licin penuh dengan lumut, Kami semua dengan hati - hati sambil merangkak melewati pohon tumbang itu akhirnya kami semua sampai menemukan jalur setapak lagi.
     Langit pun mulai gelap dan kamipun menemukan rombongan pelantikan pecinta Alam salah satu Universitas kota Cirebon.Kami memutuskan mendirikan tenda di dekat rombongan pelantikan tersebut.
Waktu semakin malam udara di sekitar pun mulai terasa dingin untuk menghangatkan tubuh, kami membuat kopi dan memasak untuk makan malam.Tidak lama kemudian kami mendengar seperti suara rombongan sampai ke tenda pecinta alam yang berada di dekat tenda kami.
Lalu kami mengunjungi ke tenda mereka kamipun berkenalan dan sebentar mengobrol sambil menikmati agar – agar yang kami buat di malam itu.Ternyata meraka dari salah satu Universitas di kota Cirebon baru saja melakukan ke giatan mencari jejak.
    Pagi hari pun tiba matahari pun sudah menembus kabut dan dedaunan kami terbangun lalu kami mandi di sungai yang dekat tenda kami dan yang lain mengepack peralatan pendakian ada juga yang membuat sarapan untuk mengisi tenaga kami.
Setelah semua selesai kami pun pamit dengan rombongan pelantikan pecinta alam itu dan di situlah akhir kami bertemu orang lain selain kami berempat, kami terus melanjutkan pendakian melawati jalan  setapak yang benar - benar alami dan banyak sekali papan peringatan yang di buat para pecinta alam (ranger) untuk tatatertib pendakian Ciremai, ada yang berisikan "DILARANG BICARA TIDAK SOPAN / SEMBARANGNGAN" dsb.
     Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Cermai sepanjang perjalanan kami masih tetap menghibur diri kami dengan bercanda karena memang salah satu dari kami yang bernama Naning sangat kocak anaknya, kebetulan si Naning itu belum pernah melihat bagaimana Edelweis (bunga abadi yang ada di gunung) yang masih di tangkainya, di sepanjang jalan kami semua membohongi Naning kalo ada bunga liar yang kami lewati, kami semua bilang kepadanya.
..."Ning tuh bunga abadi"...!
dengan senangnya Naning memetiknya lalu kami menertawakanya"
ha..ha..ha.."
..."Bukan Ning nanti mungkin dipuncak sana kita nemuin Edelweis".
Misteri Goa Walet yang ada didekat puncak gunung Cermai
Mungkin kurang lebih sekitar dua jam lagi perjalanan apabila di lihat dengan mata kepala kami bisa sampai di puncak, tiba - tiba Peking menghentikan perjalanan ia berkata.
Peking      :"Woy break dulu ya kayanya gw ga sanggup lanjutin lagi
             Perjalanan, lagian juga  gw susah nafas terus sudah sore
             gimana kalo kita buka tenda disini?..."
Saya        :"King bentar lagi sampe kepuncak tuh dah keliatan



             Puncaknya!"
Peking tetap saja tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi mungkin karena Oksigen mulai menipis karena ketinggian, Peking makin terasa susah bernapas, Akhirnya kami memutuskan membuka tenda ternyata di sekitar kita ada sebuah Goa yang bernama "Goa Walet".
Tetapi saya pribadi jujur awal melihat mulut Goa tersebut merasa sangat takut lalu saya berpendapat.
Saya  :"Gimana kalo diriin tenda di luar Goa aja?....",
Peking memprotes...
"Gw ga mau klo diriin tenda di luar Goa mending di dalem aja lebih Aman, kalo ada badai kita ga bakal kena badai itu salah satu alasannya Peking".
Saya berpikir ga akan terkena badai karena posisi untuk menjangkau ke Goa tersebut harus turun  mungkin sekitar 5 - 7 meter, jadi sebenarnya walaupun kami mendirikan di luar Goa kita terlindung di balik tebing yang ada disekitar kita atau tepatnya kami semua berada di sekitar antara tebing tersebut.
    Akhirnya Peking malah emosi dia tetap saja memaksa kami semua untuk mendirikan tenda di dalam Goa sampai ia membanting drigen stock air minum yang ia bawa.
akhirnya Encam dan Naning menenangkan keadaan mereka bilang,"
"Ya udah Tis kita cek aja dulu ke dalam Goa itu siapa tau ada tempat yang enak",
Lalu kami semua mengecek kedalam Goa, di mulut Goa banyak sekali botol - botol air mineral yang berfungsi menampung tetesan air yang jatuh dari stalektit yang ada di sekitar mulut Goa.Yang ada di benak kami, mungkin air itu untuk membantu parapendaki yang kehabisan stock air untuk menuju puncak karena sudah tidak ada lagi sumber air untuk menuju puncak selain tetesan air dari stalektit tersebut.
Dengan bantuan senter dan lampu badai untuk menerangi pandangan mata kami untuk melihat  kedalam Goa,karena benar-benar tidak ada cahaya selain dari senter dan lampu badai tersebut.
Akhirnya kami menemukan tepat yang sangat sempit tetapi cukup untuk berbaring empat orang, tanahnya sangat lah halus mungkin seperti rumah - rumah di pedesaan yang lantai hanya tanah yang sudah keras dan mengkilat hitam, kurang lebih seperti lantai yang terbuat dari tanah dan di atasnya sudah di berikan pelastik untuk menahan tetesan air dari atas Goa tersebut.
      Kami pun tidak pernah tau siapa ya memasangnya, akhirnya kami memutuskan menginap di tempat itu karena dari yang kami lihat hanya tempat itu yang terbaik menurut kami.
     Kami membawa peralatan kami kedalam Goa itu dan merapihkan untuk menginap semalam di tempat itu walaupun kami tidak bisa mendirikan tenda untuk kami tidur kami hanya menggunakan tenda dan matras untuk mengalasi kami tidur.
Diatas langit - langit Goa tersebut memang banyak sekali sarang burung walet karena burung - burung walet banyak bersarang di antara cela - cela atap Goa dan berterbangan dari langit - langit Goa tersebut. Kami berpikir mungkin Goa ini dinamakan "Goa Walet" karena banyak sekali burung walet yang bersarang di Goa ini.
Tanpa kami sadari dari tempat berbaring kami yang kurang lebih 2 x 3 meter dibawah kaki kami ada lubang yang sangat gelap, yang kami cek dengan menjatuhkan batu kedalam lubang atau rongga Goa tersebut untuk mengetahui apakah dangkal atau sebaliknya.
Ternyata lubang itu sangat dalam sampai batu yang tadi kami jatuhkan sangat lama menyentuh dasar lubang tersebut  pantulannya pun terdengar sangat jauh ,rasa ketakutan saya semakin tambah, lalu waktupun semakin malam kami memutuskan untuk bebaring , tidak lama kemudaian Encam berteriak di saat kami semua sudah mulai tidur.
Encam :”Aduh gw kebakar,"Aduh gw kebakar...!!”  
Kami semua terbangngun lalu bertanya :" Apa yang kebakar Cam?....",
Encam :"Ini badan gw kaya kebakar...!!
Lalu Encam membuka jaket yang ia pakai dengan penerangan senter dan lampu badai kami melihat kearah yang terasa terbakar pada tubuh Encam tepatnya di bawah ketiaknya ternyata kulitnya terkelupas,mungkin kurang lebih lebarnya setelapak tangan orang dewasa.
Lalu kami mengobatinya dengan peralatan P3K yang kami bawa, ternyata penyebab kulit Encam terbakar karena " minyak tanah yang tumpah di jaketnya dari lampu badai yang dia taruh di dalam tas nya yang di balut jaket untuk terhindar dari benturan ternyata isi minyak dilampu itu masih tersisa dan tumpah dijaketnya".
Pengalaman yang kita dapat dari kejadian itu ternyata minyak tanah sangat berbahaya apabila dikeadaan suhu yang dingin apabila terkontak langsung dengan kulit.Lalu kami semua melanjutkan tidur suasana di dalam Goa semakin mencekam tidak lama kemudian Naning membangunkan saya.
Naning      :"Tis bangun?..."
Saya        :"Kenapa Ning,
Naning      :"Gw pingin kencing tapi di mana ya gw serem banget nih."  
Saya        :"Sama gw juga dari tadi nahan kencing Ning"
Encam dan Peking akhirnya terbangun dari tidurnya karena mendengar obrolan kami berdua mereka pun menyarankan "Ya udah kencing aja di depan sini Ning!", jadi akhrinya kami berdua buang air kecil di lubang yang ada di bawah kaki kami yang sebelumnya lubang yang kami cek dalam sekali itu, kami berdua pun melanjutkan istirahat karena besok pagi kami semua harus sudah melanjutkan pendakian ke puncak.
    Pagi hari pun tiba kami lihat jam sekitar 06.15, tetapi kami semua tidak melihat cahaya matahari sedikitpun yang masuk ke dalam goa.Tiba - tiba Peking bangun dari tidurnya belum sedikitpun minum ataupun mengucek kedua matanya ia seperti orang Menyanyi dan yang sangat anehnya ia menyanyikan lagu yang saya tidak tahu liriknya karena pas saya perhatikan lalu saya tanyakan.
Saya   : "King lo nyanyi lagu siapa?..... "
Peking menjawab dengan santainya : "Gw g nyanyi apa - apa ko".
Saya pun bingung karena saya jelas - jelas mendengar Peking menyanyikan sebuah lagu, syair lagu yang Peking nyanyikan yang saya masih ingat dengan jelas "Aku Terdampar Di Hutan yang Luas Ini" dan jujur saja nadanya pun lumayan bagus Peking nyanyikan,ya sudah saya mengabaikan nyanyian tersebut,lalu kami semua packing barang masing - masing untuk melanjutkan pendakian kepuncak.
Pendakian menuju puncak ciremai (Batu nisan pendaki dari kota Bekasi yang ada dipuncak Ciremai)
    Kamipun melanjutkan pendakian ke puncak gunung Ciremai ternyata untuk mencapai puncak kami harus melewati jalur yang sangat terjal penuh dengan bebatuan dan sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh besar di sekitar puncak sana.
Mau tidak mau kami semua merangkak dengan beban carriel masing - masing yang kami bawa hanya dibantu bebatuan yang ada di sekitar untuk berpegangan, banyak juga bebatuan yang jatuh akibat kami jadikan pijakan dan pegangan.Ada beberapa batu yang jatuh mengenai kepala kami akhirnya kami mendaki dengan ber zig zag agar bebatuan yang jatuh tidak tertimpa lagi karena sangat berbahaya apabila diantara kami tergelincir ke bawah sana.
     Mungkin kurang lebih satu setengah jam kami melewati jalur yang sangat curam itu akhirnya kami sampai dipuncak gunung Ciremai, Kami berempat sangat bangga dan sangat mengkagumi kebesaran Allah SWT.
Mungkin itu semua ungkapan yang umum bagi para pendaki karena dengan kita berada di puncak atau berdiri di tanah yang Allah ciptakan lebih tinggi dari sekitarnya kita semua akan merasakan mahluk yang sangat kecil yang tak ada bedanya dengan butiran debu.
"Ia menurut saya  mungkin inilah salah satu Allah memberikan hoby atau sebuah keinginan pada setiap umatnya, apapun keinginannya tanpa terkeculi apabila sudah dapat mencapainya Allah memiliki tujuan agar setiap umatnya dapat mensyukuri nikmat yang ia berikan dan memahami bahwa kita semua mahluk yang tidak sempurna agar dapat mengetahui kebesarannya.
" Lah ko gw jadi curhat !! lanjut.   
     Kami berempat menikmati pemandangngan yang sangat indah dari puncak sambil menikmati wortel yang kami bawa dari perkebunan di bawah kaki gunung Ciremai, ternyata wortel yang kami bawa di makan dengan gula pasir terasa nikmat pa karena laper ya, tidak lama kemudian kami mengambil gambar di sekitar puncak kami sudah capai, Caldera (kawah) nya pun terlihat indah banget berwarna hijau.
Tiba - tiba ada seekor burung yang datang menghampiri di saat kami mengambil gambar ( Foto - foto ) kamipun tidak tau nama burung itu,warna burung itu kepalanya coklat tua sebesar burung poksai uniknya burung itu tidak takut dengan kami semua, ia meloncat - loncat mendekati kami semua.
Lalu Naning mendekati burung itu lalu Naning seperti mengajak ngobrol burung itu "Burung - burung sini!" dan Naning memuji burung itu bagus ya kami semua ternyata memiliki pemikiran yang sama.Agak aneh juga ya belum pernah selama pendakian sampai puncak gunung yang kami pernah daki bertemu seekor burung yang terlihat jinak, tak lama kemudian burung itu meloncat agak menjauh dari kami semua dan burung itu pun terbang entah kemana.
     Lalu kurang lebih sekitar satu jam kami di puncak sana setelah selesai menikmati salah satu kebesaran Tuhan, istirahat dan mengisi perut, kamipun menghabiskan perbekalan kami di puncak selain memang kami membawa perbekalan secukupnya karena kami fikir kami untuk melanjutkan perjalanan turun dari puncak sampai Kelinggarjati lebih cepat dari pada kami mendaki, pikir kami sore hari sudah sampai Kelinggarjati.
     Salah satu dari kami ingat bahwa ada seorang pendaki dari kota kami yang di buatkan batu nisan oleh keluarganya di puncak gunung Ciremai.Lalu kami memutuskan untuk mencari batu nisan tersebut, karena kamipun tidak pernah tau sebelumnya jadi kami sangat ingin mengetahui batu nisan itu.
Akhirnya kamipun menemukan nisan tersebut walaupun sebelumnya kami salah dengan batu nisan tersebut, karena di puncak sana ada sebuah patok, mungkin kami istilahkan  karena terbuat dari batu yang dicor. kami semuapun sudah mendo'a kan patok tersebut yang kami kira nisan lalu kami melanjutkan perjalanan untuk turun dari puncak menuju jalur Linggarjati.
     Ternyata sebelum kami menemukan jalur Linggarjati kami menemukan sebuah batu nisan salah satu pendaki dari kota kami Bekasi,lengkap seperti batu nisan pada umumnya bertuliskan nama, tanggal, bulan,dan tahun wafatnya .
Saya hanya ingat ia wafat persis satu tahun yang lalu 2001 kalau tidak salah bulannya  sama dengan kami mendaki yaitu bulan April, di sekitar batu nisan tersebut ada berberapa botol air mineral dan botol parfum, mungkin itu adalah bukti bahwa banyak juga para pendaki yang mendo'akan salah satu pecinta alam yang telah mendahului kita semua.Kami pun bersama - sama mendo'akan dan Encam pun meninggalkan sebotol bekal air mineral yang ia bawa. 
Misteri di lembah gunung Ciremai
      Kemudian kami pun melanjutka perjalanan mencari jalur Linggarjati ketika kami menyusuri jalan sekitar  bibir kawah, kami pun menemukan jalan setapak yang kami kira jalur Linggarajati.
Kamipun mengikuti jalur setapak tersebut tidak lama kemudian sekitar 15 menit kami menelusuri jalan tersebut, ternyata jalur setapak tersebut terputus tidak ada jalan lagi tertutup tanaman liar yang ada di sekitar puncak.
Dengan cepat kami semua memutuskan kembali lagi ke puncak karena kami tidak mau ambil resiko untuk tersesat di gunung ini, belum ada satu pun dari kami yang panik setelah menemukan jalan setapak yang salah tersebut.Lalau kami menemukan kembali jalan setapak salah satu dari kami mengecek jalan setapak itu terlebih dahulu dan setelah di cek betul jalur itu benar - benar jalur untuk turun ke kaki gunug Ciremai.
    Kami menganggap bawah jalur yang kami lewati itu benar mengarah ke Linggarjati setelah sekitar 20 menit kami menempuh jalan setapak yang kami jadikan acuan untuk sampai kekaki gunung Ciremai tepatnya jalur Linggarjati.Ternyata kami semua di suguhkan dengan pemandangan yang kami tidak pernah lihat sebelumnya terutama Naning kawan saya yang belum pernah melihat bagaimana pohon edelweis ternyata kami semua berada di ladang bunga abadi tersebut.
      Dengan sangat gembiranya kamipun mulai memetik bunga - bunga abadi tersebut sambil menyusuri jalan setapak hingga tanpa kami sadari ternyata kami berada sudah tidak di jalan setapak lagi melainkan kami semua ada di dalam rongga tanah.
Mungkin dapat di ibaratkan persis seperti jalur air yang sudah kering awalnya rongga itu dalamnya sekitar betis orang dewasa, tetapi tanpa kami sadari sambil memilih - milih bunga abadi tersebut ternyata rongga tanah yang kami susuri semakin dalam dan besar malah kurang lebih kami ada di kedalaman 4 - 5 meter dalam rongga tanah tersebut.
       Kemudian kami berhenti sejenak untuk istirahat dan membicarakan "kenapa ko makin lama makin dalam sama makin lebar ya ?........",Saya memberi saran kepada Encam "Cam gimana klo kita balik lagi keatas soalnya nih jalur gw ga yakin?.....",wah Tis klo kita naik lagi udah jauh banget nih puncak dari sini kita semua bisa kemaleman sampe bawah.
Kedua teman saya pun yang lain mereka berpikir sama "ia teryata kita sudah jauh juga dari puncak ", mungkin kita sekarang sudah sampai Lembah gunung ini.Perasaan saya pribadi sudah mulai tidak enak meskipun dari kami ada yang masih santai dengan keadan saat ini malah ada yang berpendapat diantara kami "Siapa tau kita bisa nemuin jalur baru dan dekat sampai bawah sana".
      Kami terus menyusuri jalur air (rongga tanah kering) yang terus semakin dalam akrinya kami memutuskan untuk naik ke ketepi rongga, kami terus menyusuri tepi rongga tersebut akhirnya kami di temukan hamparan rumput gajah yang sangat luas mungkin kami dapat mengibaratkan seperti kita melihat sawah - sawah yang terhampar sangat luas di pedesaan. 
Dari jarak kurang lebih 50 - 100 meter baru terlihat sebatang pohon kecil yang hidup di dataran tinggi di antara rumput - rumput gajah di sekitarnya.
Dengan berpikir positif kami semua melanjutkan perjalanan untuk menuju ke kaki gunung lagi - lagi kami mengulangi kejadaian yang sama awalnya kami menelusuri hamparan rumput liar tersebut hanya tinggi nya sebetis orang dewasa.
Semakin kami menulusuri ke bawah sana ternaya kami harus mengeluarkan belati yang kami bawa untuk membuka jalan yang terhalang rumput itu terus semakain tinggi.
Naning adalah orang yang terpendek dari kami semua ia mulai tertutup oleh rumput liar tersebut tinggi rumput liar hampir melewati pundak Naning, tidak lama berselang Naning yang berjalan dipaling belakang berteriak.
“Mundur....mundur...mundur...!!!!”
Kayanya kita ga bisa menerusin jalur ini semakin kebawah semakin tinggi rumput nya kita semua bisa ketutup rumput ini.Ia mengatakan nya itu sudah berada diatas pohon yang ada di sekitar situ yang tingginya mungkin 3 - 4 meter batangnya pun selengan orang dewasa, "Mengapa Naning naik ke atas pohon tersebut ternyata Naning merasa menginjak benda yang bergerak dan licin itulah sebabnya ia keatas pohon ia takut yang ia injak itu adalah ular yang besar". (ungkapan ini di ucapkan setelah kami sudah dalam perjalanan pulang ke Bekasi).
      Akhirnya kami mengikuti  perintah Naning, kami semua kembali turun ke rongga tanah yang tadi yang tinggi nya mungkin 2 - 3 kali lipat dari kita semua,langit pun mulai gelap tanpa kami sadari sampai saat ini bagaimana kami semua bisa keluar dari rongga itu.
Yang masih sangat jelas sampai sekaran sekitar jam lima sore kami menemukan aliran air seperti sungai yang air nya sangat sedikit dan penuh bebatuwan itu berada di tengah - tengah jurang di sebelah kanan dan kiri kami tebing - tebing yang sangat curam, haripun semakin malam akhir nya kami semua memutuskan untuk mendirikan tenda di dekat sungai tersebut.
Malam pertama kami tersesat di lembah gunung Ciremai
Kamipun dengan cepat mendirikan tenda untuk beristirahat setelah tenda selesai berdiri.Kami baru menyadari bahwa perbekalan makanan kami sudah habis, mungkin untuk menghangat kan tubuh dan menambah tenaga masih bisa walaupun hanya dengan meminum segelas kopi panas.
Akhirnya kami membuka carriel yang di bawa oleh Naning karena dia yang membawa komsumsi kami lalu Naning mencari kopi dan gula ternyata kopi dan gula yang kami bawa hilang dari carriel.Kami semua mencari dan membongkar carriel itu tetap saja kopi dan gulanya hilang, yang tersisa hannya garam dan cabai saja, dengan keadaan yang sangat dingin dan perut kami terasa sangat laper kami semua menyemil garam dan cabai yang masih tersisa kami anggap lumayan untuk memberikan rasa pada lidah kami yang tadinya hanya meminum air dari sungai yang kami telusuri.
     Saya ingin membuang air kecil lalu saya keluar dari tenda kearah belakang tenda di saat sedang membuang air kecil saya tidak sengaja melihat lampu - lampu pemukiman di wilayah kaki gunung Ciremai, saya langsung memangil salah satu kawan saya.
"Ning kita dah deket tuh lampu - lampu pemukiman dah keliatan dari sini sama genting nya!".
Naning, Encam, Peking pun langsung keluar dari tenda lansung bertanya
"mana?....",
Tuh sini liat ia pun semua melihat pemukiman yang terlihat cukup dekat dengan tempat kami bermalam.
     Kamipun kembali masuk kedalam tenda, Naning merencanakan untuk besok pagi "Besok kita semua bangun jam limaan pagi terus kita tutup tenda paling sekitar jam sembilan kita dah sampe di perkampungan", kami semua benar - benar sangat gembira melihat perkampungan yang cukup dekat terlihat sampai rasa laper agak kami lupakan bukan hilang,kami langsung beristirahat untuk melanjutkan perjalanan ke perkampungan yang tadi kami lihat itu.
     Sekitar pukul lima pagi kami semua sudah terbangun  mungkin karena kami semua sudah tidak sabar lagi ingin cepat sampai di perkampungan agar bisa mengisi perut yang sudah kosong dari kemarin.Kami bergegas menutup tenda dan mengecek perlengkapan yang kami bawa masing - masing karena jangan sampai teledor seperti kasus gula dan kopi kemarin tiba - tiba bisa hilang, setelah semua sudah beres perlengkapan yang kami bawa kamai pun berdo'a meminta agar di lancarkan dalam perjalanan pulang.
    Sebelum kami melangkah untuk melanjutkan perjalanan,kami memastikan melihat kearah perkampungan yang kami lihat cukup dekat semalam ternyata tidak ada satu rumah penduduk yang kami lihat kami semua hanya melihat hamparan hutan yang sangat luas dan tertutup oleh pepohonan yang besar dan rindang kami hanya melihat hamparan hutan belantara, padahal kami sangat jelas semalam melihat sebuah pemukiman penduduk jelas terlihat bola lampu dan genting rumahnya.
   Kami semua mulai sadar ternyata kami memang mulai tersesat semakin dalam kehutan yang kami daki ini, didalam fikiran kami semua sama kami tersesat bukan hanya karena salah arah tetapi ada sebab lain?.........!".Tetapi di antara kami pun tidak ada yang berani mengucapkan nya.
Encam mulai mengambil alih untuk membuka jalan!
"Ayo pasti kita dapet jalan keluar gw yakin yo kita semangat",
kami mulai melangkah mengikuti kemana arah Encam yang menjadi pembuka jalan dia memilih mengambil naik ke atas tebing yang ada di sebelah kiri kami.Kamipun mulai merangkak menaiki tebing itu tanpa alat bantu sama sekali untungnya tebing itu tanah bukan bebatuwan kami pun bisa menaiki tebing dengan cara memegang akar - akar , ranting , dan bebatuwan untuk membantu kami  mencapainya atas tebing itu.
    Sampai di atas tebing kami berada di hutan yang sangat lebat dan pepohonan yang sangat besar mungkin untuk dipeluk oleh tiga orang dewasa pun belum tentu bisa memeluknya.
Keadaan di hutan tersebut benar - benar alami selama ini mendaki gunung yang pernah kami daki, kami  tidak pernah menemukan suasana atau keadaan hutan yang sealami ini sampai tak tampak seorang pun pernah menjamah nya.
Lalu Encam membawa kami untuk menemukan jalan keluar dari lembah atau hutan ini, setelah sekitar dua jam kami terus membuka jalan kami menemui jalan buntu kami berada di atas jurang yang sangat curam entah berapa meter kedalaman jurang tersebut.
    Encam pun mengambil arah balik tak lama kemudian  Peking berhenti dan berteriak agak kencang.
"Kalo gini berarti kita di bawa Setan keder....!!!
Gw tau mungkin ini semua gara - gara edelweis yang kita petik di puncak.
..."pokoknya semua buang bunga nya!!" ,
Kami mengeluarkan bunga tersebut dari cariel kami masing - masing dan mengumpulkanya untuk membuangnya,setelah terkumpul dengan keadaan yang sangat panik kami semua membuang bunga abadi yang kami petik di puncak sana sambil membaca surat Alfatihah bersamaan.
Alasan Peking atau kami mencurigai bunga tersebut karen kami bisa sampai ke jalur ini karena rongga tanah yang ada di dekat puncak yang kami lewati di atas sana dengan ladang bunga abadi yang tumbuh mekar berada di hamparan kami. Perjalanan kami lanjutkan dengan keadaan yang sangat panik dan takut kami semua mulai Bertaqbir.
 "Allah...huakbar Allah...huakbar Allah...huakbar...",
bersamaan selama kami mencari jalan keluar  Encam masih memimpin perjalanan kami.
Burung - burung penghuni Lembah Ciremai
Sebuah belati Encam terus menyingkirkan ranting - ranting yang menghalangi perjalanan di hutan yang kami lewati, setelah kami melewati hutan yang sangat lebat dan pepohonan yang sangat besar – besar.Kami menemui hutan kering istilah itu kami yang memberikan nama karena hanya berisikan ranting - ranting kering yang tidak ada daunnya, selain itu cukup luas hutan kering tersebut.
Sekitar lima menit kami memasuki hutan kering tiba - tiba satu demi satu burung - burung berdatangan jenis burung nya sama persis seperti jenis burung yang kami temui di puncak sana, yang kami tak habis fikir saat kami bertemu di puncak sana hanya satu ekor burung yang datang menghampiri kami.
Di hutan kering sangat berbeda kami di hampiri ratusan burung dengan jenis yang sama mengikuti kami selama perjalanan di hutan kering itu.Uniknya burung - burung itu tidak takut sama sekali dengan kami ia tidak terbang melainkan seperti orang berjalan ia hanya meloncat - loncat di sekeliling kami.
Kamipun merasa ketakutan dan benar - benar kejadian ini belum pernah terjadi kepada kami berempat, dengan jumlah burung terus - menerus semakin banyak selama kami mencari jalan keluar dari hutan kering tidak menutup kemungkinan apabila burung - burung itu mematuki kami semua, mungkin kami tidak bisa melanjutkan mencari jalan pulang.
Kami sangat beruntung burung - burung yang sangat amat banyak itu malah terlihat jinak dengan kami sampai - sampai salah satu dari kami Naning mencoba berbicara ke salah satu ekor burung yang persis hinggap di depan mata kepala Naning.
Burung itu hinggap dan menoleh kearah Naning spontan mengajak se ekor burung untuk bekomunikasi Naning bertanya kepada burung itu dengan nada yang sedikit putus asa untuk menemukan jalan pulang.
"Burung lo tau ga kemana jalan pulang?....",
Kami pun menghentikan langkah dan bertanya kepada Naning:
"Ning dia ga bakal ngerti bahasa kita!!",
Naning menjawab dengan keputus asaanya :"Siapa tau di ngasih tau jalan pulang kasian dia sama kita!".
Jujur terus terang buat saya peribadi di saat kejadian itu saya pun merasa putus asa karena yang kami lihat hanya ranting - ranting kering disekitar kami yang dapat kami lihat hanya warna coklat tidak ada warna lain dan jumlah burung yang sangat banyak.
     Lalu Peking menghentikan langkah nya dan ia berkata dengan rasa emosi yang bercampur aduk putus asa.
,,,"Gw punya ide Cam bagai mana klo hutan kering ini kita BAKAR?.....",
Encam pun menjawab "Gila aja lo King kita semua bisa MATI KONYOL ke panggang gw ga setuju",
Saya dan Naning pun tidak setuju dengan ide peking untuk membakar hutan kering ini.Peking tetap saya ingin melakukan hal konyol itu dia bilang "Kita cari sungai di deket sini kita bisa aman di sungai itu kita ga bakal ke panggang terus team SAR datang kita bisa selamat paling resikonya kita di penjarah", dari pada kita semua mati konyol kelaparan cari jalan keluar.
Kami bertiga tetap saja tidak setuju dengan pendapat Peking.Encam tetap saja ia optimis untuk bisa dan yakin keluar dari hutan ini, pada saat kejadian ini Encam dalam pikirannya "Yang ia ungkapkan setelah kami keluar dari hutan itu!".
Ia memiliki rencana "lebih baik kita terus mencari jalan keluar untuk mengisi perut kita selama mencari jalan keluar kita bisa memanah burung - burung yang banyak di sekitar kita bahkan bisa kami tangkap burung - burug tersebut dari pada kita membakar hutan!".
Akhirnya kami tidak melakukan pelanggaran hukum untuk membakar hutan kering itu, kami semua melanjutkan perjalanan untuk mencari jalan keluar dari hutan kering yang sedang kami cari jalan keluarnya. 
Langkah demi langkah kami menyusuri burung - burung yang sangat banyak sedikit demi sedikit ia berkurang dan tak lama kemudian kami keluar dari hutan kering dan kami tidak melihat lagi seekor burung pun yang tadi mengikuti kami selama berada di hutan kering sampai keluar, kami menemukan hutan yang hijau banyak pepohonan lengkap dengan daun nya.
Setelah kami berada dia antara perbatasan hutan kering dan hutan hijau, Encam langsung menaiki salah satu pepohonan yang ada disekitar kami yang tinggi nya sekitar 10 - 15 meter ia hanya ingin memastikan dimanakah perkampungan yang kami lihat tadi malam itu, setelah Encam sudah terlihat tinggi menaiki pohon saya bertanya.
"Keliatan jalur pulang Cam?.....",
Encam pun tidak menjawab mungkin karena kurang jelas mendengar karen ia lumayan tinggi menaiki pohon itu,setelah melihat - lihat sekeliling ia pun turun dari pohon.
Ia berkata dengan nafas yang terlihat benar - benar sangat capek"Gw ga bisa liat apa - apa kecuali luasnya hutan belantara ini, setelah nanti kita lewatin hutan hijau itu kita ketemu lagi hutan kering tapi ga terlalu luas kaya yang kita baru lewatin ini, kayak nya  itu keliatan dari atas makin landai, ternyata Allah benar - benar menciptakan hutan ini seperi di sekat - sekat keliatan dari atas sana segaris ijo segaris lagi coklat, ijo muda pokoknya kaya gitu dah".
Kami semua mendengar kabar dari Encam semakin merasa tidak yakin hari ini kami dapat keluar dari hutan belantara , selain waktu pun terus berjalan kira - kira saat itu pukul sembilan pagi dan kami menyimpul kan bahwa masih panjang lagi jalur yang kami harus tempuh untuk sampai di sebuah perkampungan yang belum jelas keberadaan nya dan sangat tidak mungkin kami bisa sampai hari ini.
Setelah istirah sebentar yang kami punya hanya stock air semua hanya bisa minum,lagi - lagi untuk menahan lambung yang sudah terasa sakit, karena kami tidak menemukan sedikit pun buah atau apapun yang dapat di makan kecuali pucuk - pucuk daun muda yang kami tau tidak beracun yang bisa di makan oleh kami di sekitar hutan ini.
Kami pun memulai melanjutkan langkah kami lagi - lagi kami harus memotong ranting - ranting yang menghalangi kami, suasana kembali lagi seperti sebelum kami melewati hutan kering, kami di suguhkan pepohonan yang sangat besar - besar dan di sekitarnya dipenuhi pepohonan kecil - kecil yang menghalangi kami. 
Di pertengahan perjalanan saya dan Encam mengalami kejadian cukup unik, kami berdua tiba - tiba seluruh kaki kami berdua terasa ada yang bergerak sangat banyak tersa kecil - kecil dan sakit kami pun berdua berteriak...
..."aduh..,aduh....aduh.....Apaan ini ko sakit banget kekaki gw ada yang bergerak?.......",
Peking dan Naning pun, yang berjalan lebih dahulu ia berbalik ke arah kami berdua.
..."Kenapa Cam?...",
Mereka berdua pun bingung melihat kami yang sedang kesakitan sambil menepak - nepak kaki kami, Kaki kami berdua terlihat tidak ada luka sedikit pun atau sobekan tapi anehnya terasa sakit dan seperti ada yang bergerak di dalam kulit kaki kami, Encam pun teriak.
..."Alkohol....alkohol diamana?...... ",
Akhirnya Encam menggosokan ke kakinya dengan perban yang sudah diberi alkohol saya pun sama melakukan itu tidak lama kemudian rasa sakit itu pun berlahan hilang.
Kami mencoba mencari penyebabnya karena selain dari kami berdua Naning dan Peking memakai celana panjang jadi mereka tidak merasa kesakitan hanya saya berdua yang mengunakan celana pendek.
jalan yang kami lewati sangat lebat penuh dengan tumbuh - tumbuhan liar yang kami sebelum nya tidak ketahui, ternyata kami tahu penyebab kaki saya berdua Encam terasa sakit.Karena kedua kaki kami menyentuh tumbuhan yang apa bila terkontak langsung dengan kulit ia akan terasa gatal perih dan nyeri.Salah satu dari kami mencabut tumbuhan liar itu dan mencoba menempelkan ke kulit nya ternyata benar daun itu yang menyebabkan kami berterik merasa kesakitan.
    Ternyata hutan hijau yang kami lewati saat ini sangat berbeda dengan hutan hijau sebelumnya, saya seringkali tergores ranting - ranting dan terkena duri hutan yang ukuran nya lebih besar di banding duri - duri yang ada di dataran rendah.
Walaupun saya mulai banyak luka dari jalur yang kami lewati saya tidak terlalu menghiraukan rasa sakit hanya pada awal saja terkena lalu tidak lama kemudian tidak terlalu terasa kecuali terkena tetesan air embun yang ada di dedaunnan lumayan terasa perih, tidak lama berselang sendal saya bukan hanya putus tepatnya berantakan kebetulan hanya saya sendiri yang tidak membawa sepatu saya hanya membawa sendal.
Salah satu dari  kami memberika sendal jepit tidak lama kemudian sendal itu pun putus karena jalur yang kami lewati basah dan licin penuh dengan tumbuh - tumbuhan liar yang tak beraturan. Akhirnya mau tidak mau saya harus melanjutkan perjalanan tanpa alas kaki, telapak kaki saya pun mulai mengeluarkan darah karen tergores entah ranting atau apapun itu ternyata yang terluka bukan hanya saya, Encam pun ternyata dari kaki dan tangan nya mengeluar kan darah juga, mungkin karena kami berdua hanya menggunakan kaos dan celana pendek saja.
Di tengah perjalanan  kami terhenti Encam memiliki ide "Bagai mana klo sekarang kita cari sungai terus kita telusurin karena air pasti mengalih dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah, selain itu kalo kita kemaleman kita bisa buka tenda di sekitar sungai agar tidak susah cari air,bagaimana?...",
kami semua setuju dengan pendapat Encam itu.
    Encam pun langsung memilih jalur kearah yang terdengar aliran air sungai, kami pun bertiga bergerak mengikuti di belakang Encam.Tak lama berselang kami bertiga yang hati - hati memilih jalan yang tidak rata terus menurun dan agak licin, kami mendengar patahan - patahan ranting yang tertimpa benda.
..."krusaaaakkkkkkk.......debuggggg!!",
kami semua melihat ke depan ternyata Encam yang tadi di depan kami terpelosok, kami semua pun berteriak
..."Cam..cam....cam..Lo ga apa - apa ?.......",
Tidak ada jawaban dari Encam sedikit pun kami semua sangat takut terjadi apa - apa padanya, kami pun terus bergerak semakin cepat ke depan dan ternyata di depan kami seperti tebing yang lumayan dalam penuh dengan rerantingngan dan tanah yang agak gembur, kami bertiga melihat Encam di bawah sana yang sedang menahan kesakitan.Mungkin jarak nya sekitar 7 - 8 meter dari tempat kami berdiri,kami langsung turun menghampiri dengan rasa takut melihat Encam yang sedang berbaring menahan kesakitan.
..."Cam lo ga apa - apa ?,.......",
Encam pun berusaha menjawab dengan suara yang tertahan seperti susah bernafas.
..."Eee..Gw gggg...pa..apaa..!",
kami bertiga berusaha membantu Encam untuk bangun dan memberikan air minum akhir nya Encam bisa kembali bernafas normal, untung nya badan encam tidak tertancap ranting pohon yang patah persis di dekat pinggang belakang.
Dengan kejadian yang baru saja Encam alami kami semua semakin takut terjadi sesuatu kepada kami berempat dari hutan belantara ini yang kami tidak ketahui ada apa di depan kami.Disela kami beristirahat dan menunggu Encam untuk kembali baik lagi, ("saya mulai mengingat selama pendakian ke gunung Ciremai ini kami berempat hanya bertemu satu kelompok pecinta alam mereka berjumlah tiga orang yang mengaku baru saja turun dari puncak sana.
Kami sempat berbicara dari salah satu mereka,"dah turun mas?..."ia nih mas wah mas nya telat sih kita semua dah dua hari disini sekarang kita turun dulu ya mas!", setelah kami sedikit mengobrol ternyata yang melakukan pendakian di jalur Palutungan yang sedang kami tempuh.
Ternyata hanya kami berempat saja tidak ada pendaki lagi selain kami berempat yang sedang menuju kepuncak Ciremai, kabar itu kami tau dari salah satu pecinta alam yang kami jumpai selama kami berada di gunung Ciremai, mereka bertigalah dan peserta pelantikan menjadi orang terakhir yang kami temui selama kami melakukan pendakian sampai saat ini.
Setelah Encam merasa membaik kami pun bersama - sama ber do'a  di dalam kondisi yang benar - benar merasa ketakutan semoga tidak terjadi apa - apa dengan kami selama melanjutkan mencari jalan untuk keluar dari hutan itu.
Peking mulai mengambil alih  untuk membuka jalan tak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan kami, kami belum menemukan sungai tetapi kami malah kembali menemukan hutan kering yang sebelumnya Encam lihat dari atas pohon yang ia naiki, kamipun masuk kembali ke hutan kering berharap kami semakin mendekati aliran air sungai.
   Disaat kami mulai memasuki kedalam hutan kering satu persatu burung yang sama seperti di hutan kering sebelum nya berdatangan tidak kalah banyak nya jumlah burung itu seperti di hutan kering yang sebelumnya kami lewati.
Kami berempat pun hanya saling melirik dengan masing - masing memiliki rasa takut yang tidak jauh berbeda,Naning pun kembali seakan mengajak bicara pada burung - burung itu mungkin yang ada dalam perasaan Naining pada saat itu mungkin tidak jauh berbeda dari kami yang lain nya semoga burung - burung itu benar - benar mahluk yang nyata di alam kehidupan kita bukan sebaliknya.
Naning berbicara pada burung - burung itu,"Burung kita teman tolong kasih tau jalan keluar dari hutan ini!!!", kondisi mental kami pada saat itu benar - benar kacau bercampur aduk ketakutan, emosi, cape, putus asa dan rasa lemas yang semakin terasa karena tidak sedikit pun makanan yang masuk ke lambung kami, tiba - tiba salah satu dari kami mulai berteriak.



"Tolong.....tolong.....Pak sandy.....tolong kita tersesat di hutan ini,
tolong......tolong.......team SAR......!!!",



Dengan keadaan seperti itu saya merasa sangat putus asa dan kami semuapun tidak bisa menutupi kesedihan dan rasa takut itu,kami semua bergantian berteriak meminta tolong dengan suara yang agak parau dan memohon kepada Allah SWT, untuk diberikan petujuk jalan keluar dari hutan belantara ini.
Burung - burung pun mulai berkurang sedikit demi sedikit kami semua berharap seperti di hutan kering sebelum nya kami akan cepat keluar dari hutan kering ini, alhasil dugaan kami benar kami sedikit demi sedikit mulai keluar dari hutan kering itu lagi - lagi burung - burung itu pun menghilang entah kemana.
Lalu kami menjumpai hutan yang berbeda dari hutan - hutan sebelumnya yang kami sudah lewati.Suara aliran air pun mulai terdengar gemuruh nya walaupun terdengar belum begitu jelas kami semua sedikit mempercepat langkah mencari sumber suara aliran air yang berasal dari mana karena kami yakin pasti itu sungai.
Karena waktu pun semakin gelap kami takut kemalaman di tengah hutan belantara itu yang tidak ada tempat yang landai untuk mendirikan tenda tempat kami beristirahat karena track yang kami lewati mulai curam.
Kamipun mulai berhati - hati melewati track yang kami tempuh akhirnya kami mendengar semakin jelas arah sumber aliran air itu kamipun semakin yakin bahwa tidak lama lagi kami menemukan sungai. Menurut kami karena saat itu lebih baik kami bermalam di dekat sungai di bandingkan di dalam hutan yang kami sedang lalui ini, tak lama kemudian kami benar - benar menemukan sungai yang kami cari tetapi untuk kami bisa ke sungai tersebut,kami harus menuruni tebing yang dalam nya kira - kira 20 meter dan sangat curam untuk melewati sampai ke tepi sungai yang ada di bawah sana.
Setelah kami mengecek bagaimana caranya untuk bisa ke bawah sana dengan aman, akhirnya kami semua sepakat memilih merambat melewati tebing itu karena menurut kami tidak ada jalan lain kecuali turun dari tebing.Bagiman pun caranya kami semua harus melewati tebing itu berlahan satu persatu dari kami mulai menuruni tebing itu dengan bantuan yang di sediakan oleh alam akar - akaran dan ranting - ranting yang menjorok kebawah tebing.
Kami pun terus berusaha jangan sampai terjatuh karena posisi tebing dapat dikatakan nyaris tegak lurus, sesekali kami tidak dapat menjangkau ranting atau pun akar untuk berpegangngan kami mau tidak mau menusukan ke sepuluh jari kami ke tanah yang menjadi dinding tebing tersebut, kami semua sudah tidak memperdulikan rasa sakit yang tersa pada jari - jari kami, yang terpenting untuk kami bisa bertahan merambat di dinding tebing untuk mencapai sungai itu dengan selamat.
Lagi - lagi saya berdua Encam tidak memakai sarung tangan alhasil telapak dan jari - jari kami pun sedikit demi sedikit mengeluarkan darah, hanya jari - jari tangan dan kaki kami yang menjadi tumpuan untuk dapat bertahan merambat di dinding tebing.Terkadang tanah atau batu yang kami jadikan pegangngan atau pijakkan sering jatuh (longsor). Longsoran batu - batu dan tanah itu pun sering menimpah di antara kami yang turun lebih awal, kami pun menuruni tebing itu mengatur jarak dengan cara zig - zag agar longsoran tidak menimpa kepala kami.
Akhir nya satu persatu dari kami sudah sampai ke bawah sana "Yo semangatgw dah sampe bawah........!!", kami pun tidak menyia - nyiakan air sungai itu kami lansung meminum air sungai yang sangat jernih dan segar itu yang dingin nya seperti air yang kita ambil  dari dalam kendi dari tanah liat.
Kami pun tak henti - henti mengucapkan syukur kepada Allah,"ternyata Allah membuktikan lagi kebesaran nya tanpa kami sadari kami mampuh menahan berat badan kami dan di tambah beban carriel di pundak kami masing - masing dan dalam kondisi yang nyaris bergantungan di dinding tebing kami semua mampu menahan beban itu  "Subhanawllah", baru saja kami semua diberikan kekuatan".
      Sambil menikmati segar nya air sungai dan istirahat sejenak karena badan kami sangat terasa lelah lambung yang belum terisi apapun kecuali air dan pucuk - pucuk daun muda yang ada selama kami lewati, setelah istirahat  kami semua memutuskan untuk mengikuti aliran sungai, karena keadaan sekitar kami pun mulai gelap menunjukkan sore hari dan kabut - kabut tipis pun mulai menghalangi pandangan mata kami.
Kamipun bergegas melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai karena sungai nya pun tidak banyak air nya kira - kira paling dalamnya sekitar betis orang dewasa.Mungkin karena sungai itu berada masih di dataran tinggi, kami terus berjalan kurang lebih kami berjalan 15 - 20 menit,kami di temukan seperti air terjun yang tidak terlalu tinggi mungkin sekitar 7 - 8 meter jarak untuk sampai ke bawah sana.
Setelah kami melihat - lihat ke bawah sana  sambil berpikir bagai mana caranya kami semua bisa turun sampai kebawah Encam menanyakan tali gunung yang saya bawa di balik bag cover.
Encam  :"Tis mana tali gunung yang kita bawa?...",
Saya   :”Ada Cam gw ambil ya!".
Encam : "Kita bisa turun pake tali ini aja satu tangan pegangan tali terus  satu    tangan lagi pegangngan batu - batuan pasti bisa tapi hati - hati ya!",
Naning "Gw duluan Cam pegangngin talinya ya Cam?..",
Kamipun semua memberi semangat Naning untuk mencoba mencari cela - cela untuk sampai kebawah mungkin tidak terlalu tinggi jarak nya yang jadi masalah tebing yang berdinding bebatuwan itu sangat licin, karena bebatuwan sudah berlumut dan air sungai pun membasahi hampir seluruh dinding tebing yang mirip air terjun itu dan di bawah sana penuh dengan bebatuan.
" Ayo Ning hati - hati pasti bisa kita turun!",
Itu yang terucap dari kami, dengan berlahan naning memegang tali yang kami pegang dari atas sedikit demi sedikit Naning mulai mendekat kebawah sana dan ia sampai, ia berteriak dari bawah sana.
..." Ayo lo semua pasti bisa ikutin gw caranya waktu tadi turun",
kami semua pun satu persatu berhasil menuruni yang mirip air terjun itu.
Setelah kami semua sampai ke bawah perjalanan kami lanjutkan mungkin sekitar satu jam lamanya kami menelusuri sungai itu lagi – lagi, kami di temukan mirip sekali seperti air terjun yang baru saja kami lewati. 
Hanya bedanya tingginya dan sebuah pohon besar yang sudah tumbang yang besarnya sekitar perut kerbau yang gemuk melintang seperti membuat sebuah jembatan sampai kebawah sana.Kami pun semua mencoba mencari ide bagai mana kami semua bisa ke bawah sana, karena semakin kami melewati jalan yang terus kearah bawah atau mengikuti aliran sungai ini pasti kami akan terus lebih cepat menemukan kaki gunung Ciremai itu.
Setelah kami lihat - lihat sebatang pohon besar itu permukaanya penuh dengan lumut dan basah karen terkena aliran air sungai, dinding - dinding tebing pun benar - benar sangat berbeda dan tali yang saya bawapun tidak cukup panjangn untuk sampai kebawah sana.
Saya pun memutuskan yang pertama untuk turun kebawah,"Kayanya kita bisa turun kebawah lewat pohon yang tumbang ini pelan - pelan kita lewat pohon ini, ni pohon kita jadiin jembatan buat sampe bawah".
salah satu dari kami bilang :"Tis bahaya takutnya walaupun tuh pohon gede takutnya dia keropos bisa patah tuh pohon pas kita lagi lewatin?.."
Saya :”Gw coba dulu ya!!”
Saya pun mencoba naik ke pohon yang tumbang itu untung nya pohon itu melintang tidak terlalu curam mungkin bisa saya ibaratkan seperti
("Perosotan yang ada ditaman kanak- kanak").Saya pun merangkak pelan - pelan karena benar - benar licin permukaannya, kayu tua yang sudah tak ada kulit pohonya sedikitpun dan berbalut lumut.Setelah saya terlihat aman menaiki pohon tumbang satu persatu mereka bertiga pun membuntuti saya dibelakang akhirnya kami sampi kebawah. 
Perjalanan pun mulai kami lanjutkan kembali, langit pun semakin gelap malam hari pun sebentar lagi tiba, kami cepat - cepat mencari tempat yang kira - kira aman untuk mendirikan tenda untuk  bermalam. Keadaan kami  semakin memburuk fisik kami mulai menurun dan sangat lemas kami semua hanya bisa memaksakan melanjutkan perjalanan, hingga akhir nya kami menemukan tempat untuk bermalam karena keadaan hutan sudah cukup gelap kami semua tidak mau mengambil resiko apapun untuk melanjutakan track malam.
Malam kedua yang kami mengalamai salah satu Misteri yang berada di gunung Ciremai
Akhirnya kami melihat di sebrang sungai ada tempat yang kurang lebih panjang dan lebarnya 3 x 2 meter yang berada persis sebelum air terjun yang tingginya puluhan meter sampai kebawahnya, kamipun tidak melihat dasar dari jatuhnya air aliran sungai yang tepat berada kira - kira 1,5 meter dari tempat kami mendirikan tenda.
Kami tidak bisa mendirikan tenda selayaknya karena keadaan tempat yang kami pilih ranting - ranting pohon di tempat itu seperti membuat atap dan akhirnya kami mendirikan tenda alakadarnya, yang penting kami terlindung dari dinginnya malam dan embun. 
Pintu tenda kami pun menghadap ke jurang air terjun yang ada di depan kami jarak pintu tenda kami kejurang hanya terhalang batuan yang tidak besar dan pohon yang merambat di bibir tebing, jadi kami terhapit disebelah kiri kami aliran sungai didepan kami jurang sebelah kanan kami pepohonan yang cukup lebat.
   Setelah tenda kami berdiri yang tidak jelas bentuknya kami pun mulai menyalahkan lampu badai yang kami bawa, satu kami taruh di bibir jurang tepat nya di depan tenda di atas batu yang membatasi jurang yang satu lagi kami taruh di depan pintu tenda digantung dengan beberapa ranting pohon. 
Cahaya lampu yang kami nyalakan lumayan agak membantu untuk pandangan mata kami melihat sekitar depan tenda, terus terang kami sebenarnya sangat takut di tempat yang kami putuskan untuk bermalam, semua terpaksa harus memilih tempat ini karena kami sudah tidak mungkin lagi bisa melewati air terjun yang sangat tinggi dan keadaan hari pun sudah semakin gelap.
Rasa dingin malam pun mulai terasa dan rasa lapar kami pun semakin menjadi kami semua hanya bisa menahannya, karena tak ada lagi yang bisa kami lakukan pada saat itu selain berharap bisa keluar dari hutan ini.
Selama kami belum bisa memejamkan mata obrolan kami berempat hanya bisa memberi semagat satu dengan yang lainya,kata - kata yang sering keluar dari mulut kami "Kita pasti bisa pulang!". 
Kami merasa semakin solid tidak ada lagi perdebatan yang pernah ada diantara kami dalam memutuskan sesuatu, kami semua merasa lebih saling menjaga satu dengan yang lainnya.Yang sangat kami khawatirkan pada saat itu kami kehilangan salah satu dari kami karena keadaan yang sangat keritis kami sudah dua hari satu malam lambung kami tidak terisi apa pun kecuali air dan pucuk - pucuk daun yang kami bisa makan.
Kamipun semua mulai berusaha memejamkan mata kami posisi kami di dalam tenda Naning berada persis di dekat mulut tenda, saya berada disebelah nya di lanjutkan Encam disebelah saya dan Peking ada di paling kanan dari kami. 
Suasana disekitar kamipun sangat hening dan terdengar hanaya suara – suara alamai di hutan itu ,saya pun seperti orang yang setengah tidur mendengar suara burung yang hinggap di atas tenda kami mengeluarkan bunyai layak nya burung yang sedang hinggap di dahan pohon, di saat saya mulai tertidur tiba - tiba Naning yang berada di sebelah kiri saya berteriak sambil ia menangis.
ALLAHHU AKBAR....LAILAH HAILLAULOH........ASTAGFIRLLAH ALAZIM.....YA ALLAH..............!!!",
Terus - menerus Naning berteriak tidak berhenti saya pun langsung kaget dan panik, saya takut terjadi apa - apa dengan Naning. Encam dan Pekingpun masih tertidur seakan - akan mereka tidak mendengar teriakan dari Naning. 
Saya langsung menyikut tulang iga Encam yang tepat berada di sebelah kanan saya lalu dengan rasa kesakitan sikutan saya Encam terbangun dan Peking pun terbangun, kami semua dengan rasa ketakutan dan panik pada saat itu melihat Naning berterik dengan rasa takut yang luar biasa sampai ia gemetar sambil menangis,kami bertanya kepadanya.
.."Kenapa lo Ning ada apa?.........
", terus kami bertanya dan Naning pun bergeser mendekati kami ia hanya menjawab”!
" YA ALLAH .....LAILLAULAH.......GW PINGIN MALAM INI KITA SEMUA JANGAN ADA YANG TIDUR KITA SEMUA BERDO'A SAMBIL NUNGGU PAGI, GW MOHON KITA SEMUA MALAM INI JANGAN ADA YANG TIDUR GW MINTA CUMA ITU !!!",
kami terus bertanya " Ia ada apa Ning?........",
Naning tetap menjawab seperti tadi ia tidak mau menceritakan apa yang telah terjadi dengannya, suasana pun semakin terasa tidak nyaman lampu yang kami taruh di bibir jurang pun mati dengan sendirinya. kami semua pun tidak kuat melihat Naning yang terus ketakutan dan tidak berhenti menangis kami bertiga pun tidak bisa menahan air mata, kami semua berdo'a memohaon kepada Allah semoga kami semua selalu di lindunginya.
Suasana pun semakain terharu saat Encam berdo'a secara sepontan mengeluarkan kata - kata yang sangat menyentuh dan mengungkap kan seluruh kepasrahan kepada Allah SWT, kata - kata yang keluar dari mulutnya yang saya masih sedikit ingat.
" Ya Allah memang kami mahluk yang sangat lemah yang penuh dengan dosa dan kami mahluk yang sangatlah kecil mungkin lebih kecil dari butiran debu tolong selamat kan kami dari hutan belantara ini keluarkan kami dari hutan belantara ini ya Allah kami memohon kepada mu karena engkau adalah maha pengasih maha penyayang, maha dari segala maha kami hanya bisa memohon kepada mu karena hanya engkau lah yang mampuh menyelamatkan kami semua, dari hutan belantara ini ?..".
    Tak satu pun dari kami yang bisa memejamkan mata, suasana di dalam benar - benar kami rasakan sangat amat sangat mengharukan kami hanya bisa duduk berkumpul saling berdekatan dan benar -benar memasrahkan dan mengikhlaskan apapu yang akn terjadi kepada kami.
Hari Ketiga kami Tersesat
Waktu pun terus kami lalui akhirnya kami pun sampai menemui pagi hari kurang lebih pukul 05:30, kami pun dengan kondisi yang sangat buruk entah fisik kami maupun mental kami yang masing - masing semakain  memburuk dan adanya kejadian semalam yang di alami oleh Naning.
Kami semua keluar dari tenda dan salah satu dari kami ingin mematikan kedua lampu badai yang kami nyalakan kemarin,ternyata yang menyala tersisa hanya satu yaitu yang kami taruh di depan pintu tenda dan yang satunya yang kami taruh sebelumya di perbatasan jarak antara jurang dan tenda yang ada didepan kami.
Kondisi lampu itu keadaan mati dan lampunya pun pecah seperti telempar batu dan yang uniknya sedikitpun lampu itu tidak bergeser dari tempat asal nya kami simpan, tapi lampu itu terlihat terkena benturan benda keras, kami pun hanya hanya bisa saling menayakan karena cukup aneh tidak masuk diakal "kenapa bisa pecah ya lampu padahal nih lampu ga bergeser atau jatuh dari tempatnya di taruh?.......", kami semuapun sampai saat ini belum tahu penyebabnya.
Akhirnya kami pun melipat tenda dan mengemasi barang - barang yang kami bawa, di keadan hutan sekeliling yang masih agak gelap karena belum ada pantulan sinar matahari yang masuk ke dalam hutan.
Kabut dan embun pagi pun masih terlihat tebal keadaan yang sangat dingin kami pun tidak sempat memasak air untuk menghangatkan lambung kami yang kosong,karena yang ada dalam fikiran kami semua harus cepat menemukan jalan untuk keluar dari hutan ini.Akhirnya kami hanya bisa meminum air kali yang ada di dekat kami yang sangat dingin kami pun melanjutkn langkah untuk mencari jalan keluar.
Kami semua kesulitan harus melewati jalur mana karena apabila kami harus menelusuri aliran air, kami semua harus melewati air tejun yang ada di depan kami dan setelah kami lihat tidak mungkin kami bisa melewati air terjun itu.
Karena benar - benar curam dari jarak kami berdiri sampai kebawah sana,jaraknya mungkin puluhan meter dan apabila kami mengambil jalan menaiki tebing dan menulusuri hutan yang hanya acuan nya menjaga jarak dari sungai.
Jangan sampai jauh dengan aliran sungai karena kami semua sangat takut akan tersesat dan kesulitan mencari aliran sungai lagi, karena sebenar nya kami sudah pernah mengalami itu di hari sebelum nya yang saya tidak ceritakan!!.
Sebenar nya mengapa Encam menaiki salah satu pohon yang tinggi dan Naning mencoba menanyakan arah pulang ke salah satu ekor burung, yang sangat banyak di hutan kering sana.
Karena kami semua sebelum dan sesudah memasuki hutan kami mengalami sebuah kejadian yang sangat janggal yaitu kami melihat arah matahari ber ubah - ubah empat arah, sedangkan sebenar nya arah matahari dari dahulu mungkin hingga nanti matahari hanya terbit dari timur dan tenggelam kebarat.
Tetapi yang kami alami bukan seperti itu, pada saat itu kami sebenarnya mengabil acuan arah matahari kami akan turun kearah barat tetapi setelah selang kami berjalan selalu berlawanan arah dengan apa yang kami tuju.
Malah kami mengalami seakan - akan kembali lagi ketempat semula, saya masih ingat sekali selama kami melewati hutan belantara itu kami selalu membuka jalan dan menandai jalan yang kami lewati dengan memotong salah satu dahan yang ada di sekitar kami,apabila kurang lebih kami berjalan setengah atau satu jam, ternyata kami pernah mengalami seperti melewati jalan yang sama.
Oleh karena itu kami sangat ketakutan apabila memasuki hutan belantara seperti itu lagi, tetapi mau tidak mau kami harus menaiki tebing untuk bisa sampai ke bawah sana untuk sampai ke aliran sungai di bawah sana.
Kami semua mulai menaiki tebing lagi dan melewati hutan yang sangat alami itu, kamipun terus mengarah kearah yang lebih landai atau turun dengan berpegangan ranting dan dahan - dahan yang ada disana.
 Semakin lama kami semakin terus mengarah turun Encam pu masih menjadi orang yang membuka jalan kami bertiaga mengikuti di belakang nya tiba - tiba Encam berhenti ia bicara kepada kami, "Kayanya kita mau ga mau bagaimana caranya kita harus tetep ambil arah yang terus turun, karena gw g mau kita masuk lebih dalem lagi ngejauhin aliran sungai!!".
Di depan kami jalurnya semakin agak curam kami hannya bisa berpegangan ke dahan - dahan agar tidak terjatuh, semakin kami terus berjalan untuk melewati jalan yang semakin curam.
Untuk melewati nya kami sampai tak bisa lagi berdiri karena ranting atau dahan semakin kecil dan kami harus duduk (posisi nongkrong) dan sangat pelan - pelan sekali merayap tiba - biba Encan yang di depan kami bertiga teriak.
" Tahan..,tahan..Jagan ada yang bergerak lagi semua mundur...mundur....!",
Saya yang persis ada di belakang Encam sayapun memang merasakan tanah yang saya duduki atau alas di bawah saya terasa bergerak pelan semakin ambelas kebawah seperti tidak kuat menahan beban kami.
Kami semua pun bergerak mundur dengan pelan - pelan ternyata jalur yang kami lewati, di depan Encam  jurang yang sangat tinggi kami semua tidak tahu di depan kami jurang karena selama kami duduk merangkak sekeliling kami penuh ranting - ranting kecil berserta dedaunan dan akara - akar yang merambat yang sangat rimbun menutupi pandangan luas kami.
Ternyata pada waktu Encam berteriak mundur dan ia bergerak mundur berlahan - lahan tanpa sadar, Encam saat melihat ke bawah ia sudah nyaris melewati bibir tebing jurang itu pun ia melihat ke bawah karena Encam merasa yang ia duduki semakin cepat bergerak ke bawah (amblas), dan ternyata yang di bawah nya hannya akar - akaran pepohonan yang merambat hingga terbentuk seperti tanah yang terbuat dari akar - akaran.
    Ternyata tanpa kami sadari berempat jarak antara kami sangat berdekatan, kami semua ternyata sudah berada tergantung hampir melewati bibir tebing jadi kami semua hanya tertahan akar - akar pepohonan yang merambat yang di penuhi daun - daun kering yang terbentuk dengan alami selayak nya tanah.
Setelah kami sudah ditempat yang agak aman dan benar - benar yang kami duduki tanah, Encam berbicara kepada kami sambil mengelus - elus dada nya " Astaqfirllah Alazim...di bawah gw tadi ternyata jurang dalem baget, ternyata kita semua ngegantung di akar ternyata itu akar bukan tanah!, Pokok nya kita semua mulai sekarang harus lebih hati - hati gw ga tau apa jadinya klo akar itu patah?....".
     Setelah kami berhenti sebentar sambil meminum air, kami pun melanjut kan perjalanan kembali sekitar satu jam perjalanan kami menemukan aliran sungai kembali.
Sungai itu lagi - lagi berada di bawah sana kami melewati tebing kembali dan sama juga kami melewatinya nyaris tergantung untuk menuruni tebing itu.Setelah sampai lagi kami ke sungai kami melewati sungai yang air nya mengalir pelan sangat jernih yang dalam nya sebetis orang dewasa tak lama kemudian kami bertemu lagi air terjun yang tinggi nya kurang lebih setinggi tiang listrik.
Dan unik nya tebing air terjun itu seperti perosotan yang ada di kolam renang atau water bom, dengan ketinggian yang kami kira - kira mampu menuruni nya itu pun terpaksa karena di bandingkan harus melewati hutan lagi yang tidak tau ada apa di depan sana lebih baik kami semua terus mengikuti jalur aliran sungai.
Encam pun langsung meminta tali yang ada di cariel saya "
Encam :"Tis keluarin tali?..",

saya pun langsung melepas cariel yang ada dipuggung saya ternyata setelah saya lihat tali itu tidak ada di caiel saya.
Saya : "Cam ko tali nya ga ada ya, padahal lo tw kan tuh tali di taruh di balik bag cover persis di belakang kepala gw ya tapi ko ga ada ya?....",
Encam : "Yang bener Tis, Coba kita cari!",
Kami semua pun terus mencari sampai dengan rasa penasaran yang benar - benar kami semua tahu sbelum nya tali itu di cariel saya tidak pernah pindah di cariel siapapun dari kami berempat kami sampai mencari ke cariel yang di bawa masing - masing hasil nya pun nihil tali gunung yang kami bawa punhilang entah kemana.
Kami semua benar - benar merasa aneh lagi - lagi apa yang kami butuh kan lenyap entah kemana, akhirnya kami semua berpikir sambil melihat keadaan tebing yang kami akan turuni akhirnya saya berkata kepada Encam dengan rasa yang tidak mungkin bisa kami melewati air terjun itu.
Saya : " Cam  kaya nya kita ga bisa  turun mungkin satu - satunya cara merosot kaya di Water bom!",
Encam : " Kaya nya mau ga mau kita pake cara lo Tis",
Saya : " Sumpah gw ngeri baget Cam resikonya gede baget di bawah ada batu gede terus ada air terjun lagi di bawah sanah gw takut kepental ke sana cam?...",
Naning : " Ayo Tis kita coba dulu pasti bisa!",
    Encam pun mulai mencoba duduk persis seperi kita mw turun menaiki perosotan di Water bom, "Do'ain gw ya semoga bisa sampe bawah, liatin gw ya ?...", akhirnya Encam pun meluncur cepat kebawah sana dan ia setelah mendekati batu besar yang di bawah ia mengerakan tubuh nya kekiri dan membenturkan cariel nya ke batu besar itu."sro..o.o..ott..Bugggggg!!", Encam pun sampai ke bawah ia pun terpental akibat pantulan batu besar itu untung nya ia tidak kepental sampai air terjun yang ada lagi di bawah sana ia merasa kesakitan, kami semua memanggil nya..
..." Cam....Lo ga apa - apa?...",
Encam menjawab dari bawah sana sambil merasa kesakitan " Gw ga apa –apa, yo kita bisa turun Tis gw jagain dah lo di bawah lo ikutin cara gw aja!", lalu Peking pun mulai turun ke bawah sana sama seperti Encam menuruni nya, Encam pun  menunggu Peking siap - siap di bawah sana menangkap peking agar tidak terpental jauh, Naning pun mulai turun dan ia pun sampai kebawah sana.
Entah kenapa saya masih tidak berani untuk turun ke bawah sama mereka bertiga pun memangil saya " Tis ayo turun ga apa - apa lo pasti bisa!", saya tetap saja belum berani menuruni air terjun itu, Encam memutuskan " Gini aja Tis lo turun, gw di bawah sama yang lain sompo - sompoan kan ga terlalu tinggi lo tabrak gw aja semua!".
Saya pun benar - benar salut dengan ke bersamaan kami saya melihat mereka di bawah sana seperti panjat pinang Peking naik ke pungung Encam dan si Naning naik di punggung peking, akhirnya saya pun meluncur ke bawah sana menabrak meraka kami pun semua ter jatuh.
Saya sangat salut dengan mereka bertiga walau pun mereka sakit tertimpa saya mereka masih bisa ter senyum dan mengatakan " Tuh kan pasti bisa lo Tis ga apa - apa kan!", kami semua pun sangat bersyukur tidak ada satu pun dari kami yang mengalami luka yang serius hanya daerah pinggul Encam mengalami memar akibat benturan batu besar tadi, kami pun melanjutkan lagi melewati air terjun yang ada di depan kami yang tidak terlalu tinggi kami pun lebih mudah menuruninya dengan cara memegang celah - celah dinding tebing air terjun.
Kami terus menelusuri aliran air terjun yang kami lewati itu lagi - lagi perjalanan kami harus terhenti karena di depan kami ada lagi air terjun yang agak tinggi mungkin sekitar sepuluh meter jaraknya sampai bawah sana, kami semua merasa kesulitan untuk menuruni nya karena cela - cela tebing agak sulit untuk kami semua jadikan pijakkan atau pegangan kami.
Tebingnya pun belumut dan sangat licin karena aliran air yang membasahi tebing itu, mungkin apabila tali yang kami bawa tidak hilang mungkin kami bisa menuruni nya, kami berempat pun hanya bisa melihat dan memikirkan bagaimana caranya kami bisa menuruni air terjun itu, tiba - tiba Encam menjauh dari kami ber tiga yag masih melihat bagai mana caranya menuruni nya.
Encam mendekati tebing yang ada di sekitar kami semua ia berdiri menyeder di tebing, saya menoleh kearah Encam tangan kanan Encam seperti memegang - megang dinding tebing itu yang di penuhi tanaman merambat.
Tiba - tiba tangan kanan Encam seperti semanari sesuatu dari tebing itu ternyata ia menarik akar yang besar nya kurang lebih tiga jari orang dewasa terus ia tarik terus memanjang Encam berkata " Ini alam ini masih nyediain tali buat kita turun!", kami pun membantu menarik akar itu yang kurang ebih seperti dadung tetapi di akar itu ada daun - daun kecil yang menempel di sekitar akar itu.
Alhamdulillah akar itu panjang nya sampai ke bawah sana, Encam pun menyuruh kami "Cepet turun duluan gw jagain tali ini dari atas!",ia pun langsung mengikat akar itu ke bebatuan yang ada di dekat bibir air terjun itu, Peking pun mengawali menuruni air terjun itu dengan pelan - pelan dengan cara salah satu dari tangan nya memegang akar dan yang satu nya memegang bebatuan di antara tebing tersebut.
Akhirnya Peking dan Naning pun sampai ke bawah sana dengan selamat, tiba lah giliran saya menuruni tebing itu sebelum saya turun Encam memperingati saya "Hati - hati tis licin?..", saya pun menjawab"Ia Cam Bismillah hirohman nirohhim!", saya pun mulai memegang akar itu untuk turun ke bawah sana kurang lebih saya baru turun sekiar dua meter tiba - tiba akar itu putus tangan saya yang memegang cela batu di tebing air terjun itu ter lepas saya pun langsung jatuh ke bawah kepala saya menghantam batu yang ada di bawah sana.
Saya masih mengingat saat ke jadian itu saya hanya berucap "Ya Allah...Kepala gw pecah Cam?..", tiba - tiba saya membuka mata Encam sudah ada di atas saya Encam menangis sedang menampari pipi saya dengan kedua tangan nya sambil berkata "Gw udah bilang Hati - hati Tis tebingnya Licin...bangun..bangun..Tis?...", saya menjawab "Kepala gw pecah Cam.....?...", sambil memegang kepala saya yang tersa sakit saya melihat tangan yang memegang kepala saya ternyata tangan saya berdarah"Cam kepala gw berdarah?..", Encam dan yang lainya membohongi saya " Ga lo ga apa - apa ga ada yang berdarah lo ga apa - apa!!".
Dengan pandangan mata saya yang belum jelas saya di bantu ketiga kawan saya untuk bagun saya langsung melihat tangan saya ternyata benar - benar berdarah, darah itu untung nya hanya berasal dari daun telinga kanan saya yang sobek terbentur batu tadi, tak lama kemudian saya pun bisa berdiri lagi walau pun kondisi saya pada saat itu benar - benar tubuh saya merasa lemas dan sakit.Kami pun melanjutkan per jalanan lagi hanya beberapa langkah dari tempat saya terjatuh tiba - tiba hujan turun agak lebat.
Kami pun berlindung di balik tebing yang ada di dekat kami sambil merapatkan badan kami ke dinding tebing untuk berlindung dari hujan, selama kami berdiam di dinding tebing itu Encam dan Peking entah sedang membicarakan apa karena jujur saya pada saat itu haya berdiam menahan rasa sakit dari terjatuh tadi, aneh saya terasa lemas dan dingin yang sangat terasa di tubuh saya karena hujan yang agak deras turun setiap mata saya mau terenutup dan tertidur tiba - tiba Naning yang persis berdiri di sebelah saya.
Sikut Naning menghantam tulang rusuk saya dan saya pun terbagun Naning selalu mengatakan kepada saya dengan terlihat sangat sedih terus memberi semangat kepada saya "Tis bangun..bangun..bangun jangan tidur kita pasti pulang!".
    Karena pada saat itu kondisi saya yang paling buruk dari kami berempat, tetapi mereka bertiga pun sudah mulai lemas karena kami semua sudah dua malam tiga hari perut kami tidak terisi apa pun kecuali air dan pucuk - pucuk dedaunan yang kami makan selama dalam perjalanan itu.
Pada saat itu saya sangat terlihat pucat sampai jari - jari tangan dan bibir saya terlihat seperti tidak ada darah mengalir itu lah alasan megapa Naning menyikut saya, karena itu ia takut saya apabila memejakan mata akan bablas terus tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang (meninggal) saat itu.
Hujan pun berlahan mulai mengecil dan berhenti sebelum kami semua melanjutkan perjalanan lagi ketiga kawan saya pun semua menghawatirkan keadaan saya Encam memberikan semangat kepada saya “ Tis masih kuat kan kita lanjutin jalan lagi sebentar lagi juga kita pulang!”.
Kami pun mulai lagi melanjutkan perjalanan untung nya kami setelah melewati air terjun yang saya terjatuh kami tidak lagi menemukan air tejun lagi, aliran air yang kami lewati pun mulai lebih deras dari yang sebelum nya selama kami lalui.
Kami semuapun terus berjalan menyusuri aliran air sugai, kami berempat mulai merasakan sekarang kami sudah melewati lembah gunung Ciremai itu karena kami semua mulai melihat pepohoan yang hidup di dataran rendah.
Kami semu berjalan masih seperti biasa membentuk barisan saya melihat lidah sepatu yang mengambang melewati kami berempat, saya pun langsung berucap “ Woy mudah mudahan kita dah di dataran rendah tuh ada lidah sepatu yang kebawa air siapa tau ada kehidupan?...”, itu yang terucap oleh saya karen selama perjalanan sudah tiga hari kami tidak menemukan mahlu hidup kecuali kami berempat dan burung – burung penghuni lembah Ciremai.
Dan sebenar nya ungkapan ini Encam ucapkan setelah kami dalam perjalanan pulang “Sebelum saya melihat lidah sepatu yang mengambang ternyata Encam sebelum nya melihat jaket mengambang yang persis sepeti ada orang nya ( orang mati mengukanan jaket dalam posisi telungup ) karena Encam melihat jaket itu membentuk badan yang sedang telungkup Encam mengira kain semua melihat jaket itu “, jujur saya terus terang tidak melihat jaket yang mengambang di dekat kami Naning dan Peking pun sama ia tidak melihat nya.
Tak lama berselang aliran air sungai membelok kekanan di depan kami sebelum kami berbelok mengikuti arah aliran sungai, di antara kami ada yang melihat pohon pisang “ Woy tuh ada pohon pisang ada pisang nya lagi lumayan buat ganjel perut”.
Kami semua pun dengan cepat menuju kearah pohon pisang itu walau pun buah pisangnya masih mentah, salah satu dari kami pun lansung memotong pohon pisang itu kami semua sangat gembira menemukan buah pisang.
Walaupun pisang itu mentah kami berempat tidak menunggu lama pisang itu kami lansung makan, ternyata pisang itu tidak seperti pisang biasa nya. Karena pisang itu waktu kami telan terasa pahit dan seperti di dalam tengorokan kami terasa kering dan susah untuk menelannya.
 Tengorokan kami seperti ter cekik salah satu dari kami pun mulai ada yang berteriak “ Jangan dimakan lagi gw takut ni pisang bukan kaya pisang biasa nya gw takut nya nih pisang racun?....”, akhirnya kami pun membuang pisang itu.
 Encam pun langsung membelah buah pisang itu ternyata benar – benar baru saya temukan jenis pisang seperti itu dalam nya seperti banyak biji – biji tetapi bukan seperti pisang batu tepatnya hampir mirip dengan ketimun.
      Buah pisang satu tandan yang dari pohonya kita ambil tadi yang tidak bisa di makan sambil kami beristirahat sebentar di tempat itu Encam mencincang sisa buah pisang itu untuk di alirkan ke air, tujuan nya kami berharap ada petani atau orang yang di ladang mengetahui ada ke hidupan di atas karena kami mengalirkan cincangan buah pisang itu sangat banyak.
Setelah selesai Encam mencincang pisang satu tandan itu lalu kami melanjutkan perjalanan lagi, masih sama kami menyusuri aliran sungai saya mulai sering terjatuh setiap melangkah Naning pun yang berjalan di belakang saya selalu membantu membangunkan saya agar bisa melanjutkan perjalanan lagi.
Naning bertanya kepada saya “ Kenapa lo Tis hati – hati, ko lo sering banget jatuh?..”, saya pun menjawab “ Ga tau nih Ning gw kepeleset terus!”, sebenarnya penyebab nya bukan karena batu – batu kali yang tajam menembus telapak kaki saya yang tanpa alas sedikit pun tetapi karena tenaga saya sudah hampir habis tidak kuat lagi melangkahkan kaki.  
Hutan Pinus Pemandu jalan kami keluar
Dengan kondisi kami yang semakin memburuk selama menyusuri aliran air sungai rasa lemas yang sangat luar biasa lambung kami yang semakin sakit dan saya berdua Encam sudah tidak menghirau kan luka - luka yang ada di seluruh tangan dan kaki kami.
Rasa takut yang semakin terus bertambah, dengan meneteskan air mata di sela perjalanan saya mengucap sebuah janji ( Nazar )," Ya Allah kalau saya  bisa keluar dan selamat dari hutan ini saya berjanji akan berpuasa senin kamis, itu janji saya Ya Allah tolong selamatkan kami dan keluarkan kami dari hutan ini?..", setelah saya mengucapkan Nazar Naning dan Peking pun ikut mengucapkan janji yang sama, hanya Encam saja yang tidak mengucapkan janji itu.
Mungkin kurang lebih 2 - 3 jam kami berjalan memnyusuri aliran sungai dari tempat saya Nazar, mata saya melihat kearah atas tebing yang ada di sebelah kanan dan kiri kami.
Tidak sengaja saya melihat hutan pinus di atas sana saya pun langsung mengucap " Cam ada hutan pinus di atas tuh?.....", mereka bertiga pun langsung menanyakan " Mana Tis..Oh ia itu ada di atas sana", kami semua berpikir pada saat melihat hutan pinus pasti pasti kami semua sudah berada di dataran rendah.
Karena pohon - pohon pinus tidak dapat hidup di dataran yang tinggi dan hutan pinus pasti di tanam, kami semua sangat yakin pasti di atas sana ada kehidupan selain kami ( maksud nya kemungkinan besar kami bisa bertemu manusia selain kami berempat ).
    Akhirnya kami berempat memikirkan bagaimana bisa melewati tebing yang curam dan sangat tinggi itu karena hutan pinus itu ada dia atas sana, kami semua pun membandingkan mau ambil jalur tebing yang ada di sebelah kiri kami atau sebalik nya karena kami harus benar - benar memilih jalur yang mampu kami panjat. karena dalam kondisi yang sangat lemas itu jangan kan memanjat untuk berjalan kaki saja saya sering terjatuh hampir - hampir tidak mampuh lagi melanjukan langkah.
    Dan kami pun mulai memutuskan kami harus bisa sampai ke atas sana karena dalam pikiran kami pasti tidak jauh dari hutan pinus ada pemukimman penduduk di kaki gunung itu, oleh karena itu kami semua harus berusaha sekuat mungkin agar segera sampai ke atas tebing itu. Kami semua ber do'a semoga kami semua bisa selamat sampai keatas sana dan juga semoga dugaan kami semua benar bahwa di atas sana ada pemukimman penduduk.
    Naning dan Encam pun mulai memanjat tebing itu saya dan Peking pun mengikuti di belakang nya, tebing yang sangat terjal pun kami mulai panjat untuk bisa ke atas sana kami pun benar - benar merasa kesulitan ranting dan akar yang merambat di tebing sana tidak mampu menahan beban kami.
Selain tanah tebing ya mudah longsor apabila kami pijak atau kami pegang, ranting dan akar yang merambatpun mudah lepas dari tanah itu dan kondisi kami semua pun betul - betul kekurangan tenaga.’
Dengan sangat hati - hati kami memanjat dan sangat lambat karena tubuh kami yang sangat lemas lagi - lagi kami menggantungkan nasib kami kepada kesepuluh jari kami karena untuk dapat bertahan mengelantung di tebing itu, kami semua harus menusukan jari - jari kami ke tanah atau dinding tebing itu.
   Kamipun baru bisa menarik nafas kami apabila kami anggap kami aman di antara dinding tebing, kami baru bisa menarik nafas dan membagi air minum yang kami miliki.
Terus kami lakukan seperti itu bahkan sering sekali salah satu dari kami hampir terlepas dari pegangan atau pijakan kami dan ada juga sampai tergelincir,Naning dan Encam sampai ke atas tebing itu saya pun memaksa memper cepat untuk bisa naik keatas sana.
    Tiba - tiba Encam berteriak " Ning ada orang tuh?...", Encam dan Naning pun berlari mendekati orang itu saya dan Peking tidak bisa menahan rasa syukur yang amat sangat besar air mata kami pun terus keluar.
Naning langsung menagkap ke dua kaki orang itu dan ia pun tak kuat menahan tangis syukur, Encam langsung mencabut belati nya langsung ia pukulkan ketangan kiri nya cukup keras " peletaaakkk...!! Aduh..ternyata beneran gw ga mimpi!".
Encam pun meminta tolong kepada orang itu "Bu...toong bu kami baru saja tesesat di hutan sana di mana perkampungan yang terdekat disini bu?...", ibu - ibu setengah baya itu yang memakai caping ( topi untuk keladang ) yang berpakaian hitam semua dan sorot mata nya yang sangat  tajam melihat kami.
Ia tidak banyak berbicara ia hanya mengatakan " Saya tidak bisa bantu apa - apa, saya tidak punya mak ke arah perka anan palutungan ada di sebelah sana?...", sambil menunjukan jarinya ke arah perkampungan itu,kami pun langsung meninggalkan ibu setengah baya itu kearah perkampungngan di dekat sana.
Dengan setengah berlari kami ke arah perkampungngan itu kami melewati kebun tomat dengan perut yang terasa laper kami pun memetik tomat itu dan memakan nya dengan sangat lahap, akhirnya kami berhenti untuk memakan beberapa tomat itu setelah perut kami terganjal oleh tomat.
     Saya baru sadar hampir seluruh tubuh kecuali muka saya dan Encam banyak sekali luka yang masih mengeluarkan darah, kami lihat di dekat kami ada sungai kecil yang mengalir kearah pemukiman yang kami tuju kami semua menyempatkan membersih kan tubuh kami yang sangat kotor dan di penuhi luka.
Setelah selesai kami membersihkan tubuh kami tiba - tiba naning membuang celana levis nya kesalah satu pohon di dekat kami celana itu pun tersangkut salah satu pohon yang ada di sana Naning sambil mengucap" Ni Celana gw jadiin kenang - kenangan di gunung ini!".
   Lalu kami pun semua bergerak menuju kampung itu akhirnya kami menemukan sebuah warung lalu kami bertanya " Bu ini desa apa?.." ibu itu menjawat dengan wajah yang terlihat ketakutan melihat kami berempat mungkin karena ada di antara kami tubuh yang di penuhi denagan luka - luka dan darah yang terus keluar dari tangan dan kaki saya dan Encam, ibu itu pun menjawab " Nama desa ini palutungan!".
Kami pun semua kaget mendengan nama desa tersebut dan merasa tidak percaya ternyata kami masih di palutungan seharusnya selama kami tersesat tiga hari dua malam menurut kami semua sudah jauh dari desa awal kami mendaki.
Dengan perut yang kosong kami pun tak menyia - nyiakan makanan yang ada di meja warung itu kami terus menyantap makanan yang ada di meja dengan sangat lahap sampai - sampai kami tidak menghiraukan orang yang berada di warung itu, mereka semua hanya bisa melihat kami tak ada salah satu pun dari mereka yang menanyakan kami mungkin di dalam hati nya orang - orang itu kami semua di anggap seperti orang yang baru melaihat makanan (kelaparan).
Akhirnya kami memesan makan kepada ibu pemilik warung yang di bantu oleh anaknya, ibu itu pun menaruh lauk pauk yang ia jual di  atas meja di depan kami. Kami semua pun bergiliran menyendok nasi yang ada di bakul dan mengambil lauk pauk yang ada di meja kami semua makan benar - benar dengan sangat lahap (kelaparan) dan orang lain yang ada di warung selain kami berempat kebetulan warung itu cukup ramia sewaktu mereka melihat atau memperhatikan kami sedang makan apa bila kami lirik mereka seakan - akan membuang pandangan nya.
Nasi yang ada di mejapun ludes tidak tersisa, mungkin ibu pemilik warung melihat kami kasihan sangat kelaparan ibu pemilik warung pun menawarkan lagi nasi " Jang masih palay tambih sanguna?...", Naning pun bertanya kepada saya karena mereka bertiga tidak terlalu mengerti bahasa sunda " Apa kata ibu itu Tis?..", ibu itu bilang lo masih mau nambah nasinya lagi Naning dan yang lainya pun menjawab " Muhun..muhun bu klo ada boleh!".
Ibu pemilik warung pun menyuruh anak nya mengambil nasi yang ada di dalam rumahnya mungkin nasi itu untuk makan keluarganya, sepertinya ibu itu sangat kasihan sekali kepada kami karena benar – benar kami terlihat sangat laper.
     Lalu ibu itu memberikan lagi nasi yang di ambil dari dalam rumah nya “ Ini nasi nya silahkan di makan “.
Ibu Pemilik Warung :” Memang Ujang – ujang  ini semua dari mana?...", 
Kami               :“ Dari puncak gunung Ciremai bu!!”.
Ibu pemilik warungpun tidak menanyakan apa - apa lagi setelah kami menjawab seperti itu, akhirnya nasi yang keduakalinya pun ludes juga dan lauk - lauk yang di meja hampir tak tersisa Peking pun menghapiri ibu pemilik warung ia menayakan: " Bu berapa tambah roko sebungkus?...",
Ibu pemilik warung : " Lima belas ribu aja jang!",
Peking           : " Ga salah bu kita makan banyak bu kue minum lauk pauk dan nasi 2 bakul dan tabah roko sebungkus?..",
Ibu pemilik warung : " Ia bener lima belas ribu aja!",
Kami semua benar – benar merasa sangat heran dengan ibu si pemilik warung, dan tingkah orang – orang yang berada di warung itu. Kenapa murah banget kita semua sudah hampir menghabisi jualanya, dan orang di warung itu pun yang lumayan banyak karena warung itu tempat pemberhentian angkutan desa yang memakai mobil bak terbuka tidak ada satu pun dari mereka yang menanyakan kami kecuali ibu si pemilik warung itu, Peking pun langsung membayar nya " Terima kasih banyak bu, Oh ia bu klo mau keterminal naik angkutan itu dulu ya bu?...".
Ibu pemilik warung : " Iya jang nanti setelah naik angkutan itu sampai mentok, ade trus naik angkot lagi yang jurusan terminal kuningan!" .
Peking             : " Oh begitu bu trimakasih ya bu kami berakat ya bu!".
Kami semua pun menuju angkot bak yang terbuka itu kebetulan angkutan itu sudah mulai penuh, kami berempat duduk di tepi bak belakang karena alasan nya takut orang - orang yang ada di angkot itu tidak mau berdekatan dengan kami, karena darah yang terus masih keluar dari luka - luka saya dan Encam.
Tidak lama kemudian angkutan umum itu pun penuh, supir angkutan pun mulai menghidupan mesin kami pun mulai meninggalkan desa yang awal kami singgahi keluar dari hutan itu.
Terungkap nya misteri Gunung Ciremai
Di dalam perjalanan dalam angkutan umum kami berempat pun melihat kearah pucak gunung Ciremai terus terang di hati saya pada saat itu, saya dalam hati mengucap " Alhamdulillah ya Allah saya sudah di keluar kan dari gunung itu, saya tidak akan ingin lagi ke puncak sana, trima kasih ya Allah atas semua pertolonganmu kami semua berempat bisa selamat Amin..!".
Selama perjalanan di angkutan umum yang kami naiki orang - orang yang ada di angkutan umum itu kebanyakan orang - orang sudah tua ( Nenek dan Aki - aki )mungkin mereka mau belanja ke kota atau mau menjual hasil kebunnya.
Di dekat kami ada seorang nenek - nenek yang membawa pisang satu tandan yang kuning - kuning sudah matang dari pohon nya, tiba - tiba Naning mencolek saya.
Naning :"Tis tanya sama nenek itu gih pisang nya mau di jual kepasar pa ga klo boleh gw minta tuh pisang enak bgt kayanya?..",
Karena Naning tidak bisa berbahasa sunda akhirnya.
Saya pun menanyaka kepada nenek itu :"Ni cau na bade di ical kapasar nya ni?..",
Nenek       " Heunteu jang, ujang palay amun palay mangga!",
Naning      : " Apaan kata nya Tis?..",
Saya        : " Ga ning pisang itu g dijual kepasar klo lo mau ambil  aja kata nenek itu!",
Naning pun langsung meminta izin ke nenek itu "Nek saya minta pisang nya ya nek?..", mangga jang nenek itu menjawab naning langsung mengambil satu pisang itu dan memakan nya " Enak pisang nya enak ne, trima kasih ya nek pisang nya!".
Kemudian di saat Naning sedang memakan pisang yang ia minta ada seseorang laki - laki agak tua yang berada di dekat kami mulai bertanya kepada kami.
Lelaki tua : " Ujang - ujang tos timana?..",
karena lelaki tua itu menggunakan bahasa sunda akhir nya saya yang menjawab nya karena ketiga kawan saya tidak mengerti(terjemahan ).
Lelaki tua  : " Ade - ade sudah dari mana?..",
Saya        : " Kami semua baru turun dari puncak sana pak!” 
( saya sambil menunjukan jari kearah puncak Ciremai ynag masih terlihat dari kami ),
Lelaki tua   : "Untuk apa ade ke sana dan ade semua dari kota mana?..",
Saya         :"Kami semua hanya ingin mendaki ke puncak saja pak untuk menik mati puncak gunung karena memang itu hoby kami pak, kami semua dari Bekasi pak!"
Lelaki tua :”Tidak mungkin kalian semua tidak punya tujuan ke punca sana, apalagi kalian jauh - jauh dari Bekasi hanya ingin ke puncak sana?..”, Saya saja yang asli penduduk kaki Ciremai dari lahir sampai setua ini saya di sini belum pernah sampai ke puncak gunug Ciremai sana, sebenar nya kalian punya maksud apa, sampai badan kalian penuh dengan luka tidak mungkin hanya untuk mendaki saja?..",.
Saya pun bingngung dengan pertanyaan lelaki tua itu dan orang - orang yang ada di angkot itu pun termasuk ketiga kawan saya hanya bisa mendengarkan walau pun kawan - kawan saya hanya mengerti sedikit dari obrolan saya dan lelaki tua itu.
Saya       :"Benar pak kami semua tidak memiliki maksud apa - apa ke puncak Ciremai sana kami hanya pencinta alam, yang hoby kami mendaki gunung, badan saya yang penuh luka ini karena kami semua sudah tiga hari tersesat di Gunung itu pak, Alhamdulillah kami semua bisa selamat!".
Seluruh penumpang yang ada di angkutan umum itu pun terlihat terkejut setelah mendengan kami tersesat selama tiga hari di guning itu karena kami melihat dari mimik wajah mereka semua.
Lelaki tua  :" Astaqfirlah alazim, Oh begitu kalian semua baru saja tersesat!",
Saya          :"Ia pak kami sudah tiga hari tidak menemukan jalan keluar dan kami pun ke habisan perbekalan setelah tiga hari kami baru bisa makan di warung tadi pak!"
Lelaki tua    :"Astaqfirllah alajazim, untung nya kalian semua selamat karena setahu saya dan warga sekitar kaki puncak gunung Ciremai apabila tersesat di gunung itu jarang sekali yang selamat, saya kira sebelum nya kalian semua kepuncak gunung itu untuk mencari ilmu ( bertapa ).
Saya          : " Oh begitu pak!".
Lelaki tua    :”Jujur kami semua takut dan kaget ketika kalian semua datang kewarung dengan kondisi yang penuh luka - luka dan memakan makanan seperti orang kelaparan karena itu kami semua pun yang ada disana sungkan untuk bertanya pada kalian”.
Oh kalu begitu ibu warung tadi kenapa ia sangat murah menjual makanan nya karena ia sama seperti pemikiran bapak tua itu pasti dia mengira kami orang mencari ( bertapa ) ilmu dari puncak gunung sana, terjawablah sudah mengapa penduduk asli sekitar kaki gunung Ciremai memperlakukan kami seperti itu.
Karena gunung tersebut bukan hanya gunung tertinggi di jawa barat saja imagenya akan tetapi banyak juga sebagian orang menjadikan untuk tempat ( bertapa ) dan mencari ilmu hitam dan sebagainya, oleh karena itu lah sebabnya mereka ketakutan oleh kami.
Tidak lama kemudian kami sampai ketempat pemberhentian angkutan unmum desa itu, kami semua pun yang tersisa di dalam angkutan umum itu turun semua melanjutkan tujuan masing - masing lelaki tua itu pun ber ucap " Hati - hati di jalan nya jang!", kami semua pun menjawab " Ia pak terima kasih!".
Lalu kami menuju kesebuah perempatan tempat angkot ngetem kearah terminal kuningan, uang yang tersisa di kantong kami pun tidak cukup untuk ongkos pulang akhirnya Peking menyuruh saya dan Encam menunggu di dekat tukang gorengan karena Peking yang di temani Naning mau mencari mesin ATM untuk ongkos pulang, akhirnya Peking pun mencari Mesin ATM terdekat.
     Saya dan Encam yang mengalami luka - luka yang masih mengeluarkan darah pun menunggunya di perempatan itu yang dekat tukang gorengan, dan tempat ngetem angkutan umum yang salah satu nya keterminal kuningan.
Saya dan Encam pun sambil menunggu Peking dan Naning yang belum tau di mana mesin ATM itu berada, saya berdua membeli beberapa gorengan dan yang unik nya Entah mengapa perempatan tadi yang di tongkrongi calo - calo atau pemuda yang di jalan yang berpenampilan seperti preman yang warna rambut nya ada yang pirang, hijau dan badan nya bertatto mereka semua hanya melirik kami persis seperti ke jadian di warung tadi apabila mereka melirik kami balasi melirik mereka semua cepat - cepat membuang pandangan nya tiaba - tiba satu persatu pergi dari tempat nya dan memilih menongkrong di sebrang jalan kami.
Saya dan encam pun saling bertanya " kenapa ya orang - orang ko pada pergi ya, apa kita aneh ya cam?..", kami berdua benar - benar merasa aneh dengan orang - orang yang ada dekat kami sampai - sampai setiap orang yang melewat di dekat kami hampir tidak ada satupun yang tidak menoleh ke arah kami berdua.
Tidak lama ke mudian Peking dan Naning pun datang ia sudah menemukan Mesin ATM yang ia cari. Encam pun langsung mengatakan " King kaya nya kita semua ke terminal ga bisa naik angkot dah, soalnya dari tadi pas gw nunggu lo berdua orang - orang kaya aneh ngeliatin gw berdua Utis, takut nya orang - orang g mau naikin angkot yang kita naikin soal nya ni darah belum bisa berenti, gimana kalo kita jalan aja sampe terminal?..", Peking pun menjawab ayo kita lanjut jalan klo begitu alasan nya.
Ungkapan Naning bertemu dengan Nenek - nenek di lembah Ciremai (sepanjang perjalanan Pulang ke Bekasi)
Kami semua pun melanjutkan perjalanan mengikuti arah angkutan umum yang ke terminal, tetapi tetap saja selama kami berjalan apabila bertemu orang yang berpapasan atau orang - orang yang berjalan di depan atau di sebrang jalan, orang – orang itu memperhatikan kami entah apa yang membuat mereka memperhatikan kami , menurut saya mungkin karena luka – luka yang ada di tubuh saya dan Encam atau yang lainnya.
Saya berdua Encam menjadi perhatian mereka, Encam pun memiliki ide membalut semua luka nya dengan perban yang kami bawa kurang lebih Encam seperti mummi yang di balut perban, kami bertiga pun mener tawakan Encam " Ha..ha....ha..Cam lo kaya Mummi!" tetap saja encam membalut luka nya dengan harapan bisa menghentikan darah yang keluar dari kaki dan tangan nya.
   Perjalanan pun terus kami lanjutakan tidak lama kemudaian perban putih yang membalut luka Encam pun berubah menjadi pink akhir nya melepaskan nya. Kami semua pun binggung mengapa luka saya berdua Encam sangat sulit berhenti mengeluarka darah, tidak lama kemudian saat kami masih berjalan menuju arah terminal tiba - tiba Naning berbicara kepada kami semua.
"Sebenernya lo tau ga pas waktu kita semua nginep di gua walet, abis gw kencing sama Utis abis itu sebenernya gw ga bisa tidur lo semua gw dengerin dah tidur pules gw ngedenger ada suara langkah orang yang masuk ke dalam goa walet gw jelas baget ngedenger langkah nya kaya nya dia pake sepatu suara nya bener - bener jelas ( Pelak...pelak...plakkk..).
Gw bener - bener ketakutan waktu itu gw cuma bisa meremin mata gw ga mau degerin tuh langkah eh ga lama kemudian ada suara geraman kaya macan ( Heeee..mmm... ). Sumpah gw bener - bener ketakutan saat itu gw terus baca surat pendek yang sebisa gw, ga tau pokok nya gw di malem itu di dalam goa ga bisa tidur pules eh pas gw tidur gw mimpi ketemu nenek - nenek dia bilang kita bakalan tersesat tiga hari di gunung ini.
Tidak lama kita bangun semua karena dah pagi “jadi sebenar nya kita tersesat sudah di kasih tau lewat mimipi gw di goa walet, tapi sumpah gw ga berani nyeritain selam masih kita di gunung Ciremai!”.
Kami bertiga pun kaget mendengar cerita dari Naning, berarti benar waktu Peking seperti orang mengigau terbagun waktu di goa walet ia menyanyikan sebuah lagu yang kami semu tidak tau lagu siapa yang lirik nya ada kata - kata " Aku tersesat di hutan Belantara ini!", kata - kata itu ada hubungannya dengan mimpi Naning di goa walet itu.
Naning pun mengungkap kan lagi kejadian waktu malam ke dua kami menginap di dekat air terjun “ Terus malam kedua kita waktu diriin tenda di deket air terjun kenapa gw teriak - teriak ketakutan gw suruh lo semua ga boleh tidur gw bener - bener takut, malem itu abis ada burung yang menemplok persis di atas tenda gw bener - bener jelas ngeliat Nenek - nenek pake baju seperti jubah kaya dari kelaras pisang atau bisa di katakan memakai baju cumpang-camping, dia persis ada di depan pintu tenda ( Nih gw cerita ke elo sekarang sumpah gw sekarang merinding )”.
Gara - gara itu gw sumpah ga kuat bener - bener ketakutan lo pada masih pada tidur maka nya gw langsung teriak – teriak.
Allahhuakbar...Laillahaillaullah....!!, ga lama langsung hilang itu Nenek - nenek baru lo semua pada bangun itu gara - gara nya gw teriak - tertiak benar - benar ketakutan, nah abis itu kan kita semua berdo'a kumpul sambil duduk sampe pagi sebelum pagi gw ngalamin yang aneh lagi gw bener - bener nyata liat Subur ( Sepupu Naning yang dekat sama dia ) tiba - tiba subur datang nyamperin gw di tenda dia di pintu tenda ngomong sama gw.
Subur    :" Ngapain ning lo di sini?..",
Naning  :”Sambil menangis Naning “ Tolongin gw Bur gw ga tau jalan      pulang?...",
Subur   :"Lo bisa pulang gw kesini nyamper lo pulang Ning!",tiba - tiba subur hilang, tapi benar - benar nyata subur datang ketenda gw benar ngerasa aneh banget sama kejadian malam itu".
Kami bertiga benar - benar kaget mendengar semua ungkapan dari Naning selama di gunung Ciremai itu, sampai saat ini pun kami tidak pernah mendengar ungkapan atau cerita dari Encam dan Peking apa yang ia alami dia selama kami tersesat di gunung itu, saya sangat yakin dari kami berempat memiliki kejadian yang di alami berbeda dengan yang lainnya.
karena pada waktu Encam memimpin perjalanan waktu kami tersesat, kami melihat Encam apabila kami menemukan jalan buntu, Encam selalu membenturkan kepala nya ke pohon yang ada di depannya.
Mungkin kalau Encam tidak menggunakan kupluk, pasti jidatnya juga terluka karena Encam membentur kan kepala nya ke pohon cukup keras dan ia baru berhenti membenturkan kepalanya apabila salah satu dari kami menarik nya untuk menjauhi pohon itu, entah apa yang di alami Encam sebenarnya pada waktu itu sampai saat ini ia tidak menceritakan nya.
Kami pun terus berjalan hingga kami sampai ke terminal kuningngan, saat kami baru sampai ke terminal kami pun mencari bus jurusan Bekasi tiba - tiba lelaki lumayan sudah agak tua ia mendekati kami dari mulut lelaki itu tercium bau alkohol yang menyengat lelaki itu berkata kepada Encam.
Lelaki tua : " Woy bajingan mau ke mana?...", kami semua pun tidak ada yang menjawab kami mencuekinya, lelaki itu tetap saja seperti mengajak ngobrol di antara kami,
Lelaki tua : " Jangan pura - pura ga ngerti kita sama - sama bajingan, gw tau tuh lo banyak sobekan!".
Encam pun dengan sangat marah ia menjawab " Bajingan bajingan lo yang bajingan luka gw ini karena ke sasar, lo dah tua banyak lagu lagi lo!", lelaki itu langsung berubah sikap mungkin melihat Encam yang benar - benar marah kepada nya dengan wajah memerah dan kedua bola matanya pun, tiba - tiba lelaki itu berkata dengan agak sopan.
Lelaki tua  : " Emang mau pada ke mana?.."
Encam       : " Gw mau pada balik ke Bekasi, memang kenapa?..",
Lelaki tua  : " Ya udah tunggu di sini aja nanti gw berentiin kalo ada bus jurusan ke Jakarta lewat, nanti ga usah bayar!",.
Tidak lama kemudian bus jurusan Jakarta pun lewat dan lelaki itu menghentikan nya, kami pun semua naik, kami semua pun naik ke dalam bus lagi - lagi kami menjadi pusat perhatian seluruh penumpang bus yang ada di dalam.
Kami pun berpencar karena kursi di belakang yang kosong hanya dua Naning duduk di dekat saya Peking dan Encam mereka duduk terpisah di depan kami, selama perjalanan orang yang di dekat kami hanya bisa melirik kepada kami, di pertengngahan jalan ada penumpang yang turun, entah bagai mana cerita nya seorang wanita ( Emba - emba ), yang persis duduk nya di sebelah Encam.
Ini sebuah ungkapan dari Encam " Emba itu selama di perjalanan melihat Encam dan kami semua sangat tajam sorot mata nya Encam pun pada awal nya tidak punya kecurigaan apa - apa kepada emba - emba itu, awal nya emba itu tidak di dekat Encam tetapi setelah penumpang banyak yang turun, kursi bus pun mulai banyak yang kosong.
Encam merasa aneh jangankan seorang wanita lelaki pun enggan berdekatan dengan kami karena ke adaan kami yang tidak wajar dengan penumpang lain nya penuh dengan luka dan masih ada beberapa luka yang mengeluarkan darah, apa lagi mengajak ngobrol tetapi emba itu lain dari yang lain ia mengajak ngobrol menanyakan kepada Encam.
Emba  :" Mas kalau mau turun di Karawang masih jauh ya mas?..",
Encam :" Masih lumayan mba nanti klo sampe Cikampek emba bisa turu di sana karena emba ga bisa turun di Karawang bus ini lewat tol sampai ke Pulo gadung!".
Emba  :" Ia makasih ya mas, nah mas nya sendiri mau turun di mana?..",
Encam :" Saya mau turun di Bekasi mba!",
Akhirnya bus yang kami tumpangi sampai ke Cikampek lalu aneh nya mba itu tidak turun padahal Encam sudah mengingatkan tetapi malah jawaban emba itu.
Emba : " Saya mau turun di Cikarang mas!",
Entah apa yang terjadi dengan Encam ia pun semakin takut melihat tatapan emba - emba itu, Encam pun tidak menjawab lebih banyak diam, karena sudah tidak masuk di akal ia mau turun di mana sedangkan bus tidak akan bisa berhenti di Cikarang hanya melewati nya.
Emba - emba itu pun terus melirik dengan tajam ke arah Encam dan kami semua, padahal kami semua berpencar seakan akan - akan mereka tau kami berempat, tak lama ke mudian bus sudah melewati Cikarang emba - emba itu pun tidak turun karena bus lewat tol, tetapi tatapan nya semakin tajam melihat kami.
Akhirnya bus sampi Bekasi tetapi bus yag kami naiki adalah jurusan Pulo gadung ia tidak berhenti di bekasi kami memang sudah rencana turun di tol sebelum Jatibenig karena rumah kami di Cikunir agar kami cepat sampai kerumah masing - masing.
Kami semua meminta izin turun kepada konektur tetapi konektur dan supir ketakutan menurunkan kami, kami tetap memaksa akhirnya busa itu tidak berhenti hanya mengurangi kecepatan nya kemi berempat meloncat turun setelah turun tiaba - tiba Encam berterian " Kita di ikutin cewe itu cewe nya masih di dalam bus, gw curigadia bukan orang?..", kami bertiga pun kaget yang sebelum nya tidak tahu apa yang ter jadi.
    Saya hanya berpikir entah ada apa dengan kami semua seperti nya kami semua masih dalam keadaan mental yang benar - benar paranoid, sangat sensitip apabila melihat kejadian janggal.
Sesampainya kami semua di rumah masing - masing (Dampak dari lembah Ciremai)
Akhirnya kami semua sampai ke gang rumah daerah kami dalam perjalanan orang - orang yang mengenali kami pun menegur dan melihat kami aneh dengan ada nya luka - luka, sebelu kami pulang ke rumah masing - masing kami selalu berkumpul dahulu kerumah Encam yang kami anggap sebagai base camp, ada beberapa teman kami yang terus menanyakan kenapa dengan kami semua, kami tidak banyak menjawab terus terang kami masih merasa percaya dan tidak sudah sampai ke rumah, setelah kami sebentar berkumpul di bascamp kami pun pulang kerumah masing - masing.
Saat saya mengetuk pintu yang membuka pintu ternyata ibu saya, saya langsung memeluk nya dan tak kuat menahan kebahagian yang benar - benar luar bisa ibu saya pun menangis melihat keadaan saya yang sangat kacau, ibu saya pun menyuruh saya mandi, setelah saya mandi kami ber kumpul di tengah rumah kedua orang tua saya, kaka pertama saya dan adik saya semua berkumpul, ternyata keluarga saya sudah punya rencan apa bila hari minggu saya belum sampai kerumah bapak dan kaka pertama saya mau menjemput ke gunung Ciremai dalam pikiran keluaga saya semua mereka akan hanya jasad saya saja, karena saya berkata pada waktu kami meminta ijin kepadanya paling lambat hari jum'at kami sudah pulang.
Bukan hanya karena itu mereka berpikir saya sudah meninggal di gunung itu, karena banayak sekali kejadian janggal yang keluarga saya alami selama saya mendaki ke gunung Ciremai, ibu saya bermimpi di dalam mimpi nya ada seorang anak lelaki seusia saya datang kerumah meminta tolong ia ber diri di depan pagar rumah saya,
Lelaki muda : " Bu tolong bu?..",
Ibu         : " Ia minta apa de?..",
Lelaki muda : " Saya hanya minta gula bu!",
Ibu         : " Sebentar ya de ibu ambil dulu!",
Setelah ibu saya mengambil gula dari dapur ingin memberikan kepada lelaki yang meminta gula itu ternyata lelaki itu sudah tidak ada, lalau adik saya kiki sama ia pun berminpi di dalam mimpinya saya meminta memotong rambut saya dan di mandikan oleh nya, tanda - tanda itu lah yang membuat keluarga saya sangat yakin pasti terjadi sesuatu dengan saya , bukan hanya itu kaka ipar saya pun mengalami kejanggalan saya yang sering bernyanyi sambil bermain gitar di teras atas,  kaka ipar saya menanyakan kepada ibu saya.
Kaka ipar : " Bu Utis dah pulang ya ?..",
Ibu       : "Belum, tau nih sampai hari ini belum pulang padahal katanya jum'at paling lambat!",
Kaka ipar : " Ah yang bener bu tadi saya denger dia maen gitar sama nyanyi di atas?.."
Dan ada satu lagi kejadian yang sangat tapi nyata ceu Isah yang saat itu bekerja di rumah saya da kebetulan rumah nya berdekatan dengan saya ia melihat saya berdua teman saya yang ia tidak kenal lewat di depan rumah nya ia memangil saya tetpi saya tidak menjawab hanya cuek saja berjalan di depan rumah nya, lalu ceu Isah pun datang kerumah saya menanyakan kepada ibu saya " Bu Utis sudah pulang ya, tadi saya liat dia berdua teman nya lewat didepan rumah saya tapi ga biasa nya dia ga jawab apa - apa lewat aja, Itulah yang membuat keluaga saya benar - benar takut terjadi sesuatu kepada saya dalam pendakian.
Ternyata bukan hanya keluarga saya saja yang di berikan tanda keluarga Naning pun mengalami kejadian janggal salah satu keluarga nya di dalam mimpi nya Naning meminta di buatkan rumah, menurut keluarga Naning setelah mendengar ada yang bermimpi seperti itu dan Naning sedang melakukan pendakian mereka pun sama berpikir takut terjadi sesuatu kepada Naning.Peking dan Encam saya tidak mendengar ada kejadian apa di keluarga nya selama ia pergi mendaki, hanya saya mendengar langsung dari Encam ke esokan harinya sekitar jam empat atau jam lima sore, ternyata setelah kami pulang dari rumah nya ( base camp )  ke rumah masing - masing ia tidak berani tidur ia belum percaya 100% bahwa ia benar - benar sudah pulang ia takut kalau tertidur ia tidak bisa bangun lagi untuk selama nya.
Sekita satu bulan setelah pendakian kami mendengar kabar Naning sakit sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur nya sampai - sampai ia membuang air kecil dan air besa di tempat ia berbaring, aneh nya ia sering berteriak kesakitan dan ia seperti orang yang kesurupan ia sering mengucapkan "Ki Sandang maya berada di lembah gunung Ciremai?..", obat dari dokter pun tidak bisa menyembuhkan Naning akhirnya keluarga nya pun meminta bantuan kepada para kiyai ( alim ulama ) yang mengerti dunia selain alam kita ternyata para kiyai pun yang di pangil kerumah nya belum dapat menyembuhkan nya , sampai ada salah satu orang pintar yang membacakan ayat suci AlQur'an aneh nya orang itu belum selesai membaca nya di depan Naning pada saat itu yang sedang sakit malah Naning sudah selesai mengulangi bacaan itu.
Sudah beberapa orang pintar yang ingin menyembuhkan Naning hasil nya tetap sama, Naning sebelum teriak - teriak kesakitan ia selalu mendesis dahu seperti ular lalau ia berteriak kesakitan, setelah beberapa bulan kemudaian Naning sudah dapat bangun dari tempat tidur nya, Encam dan teman - teman yang lain menjenguk Naning dan yang aneh nya dari beberapa orang yang menjenguk ada satu orang teman saya yang di tampar hanya dengan kedua jari Naning langsung sobek mengeluarkan darah dari pipi nya seperti di gores oleh silet.
Berapa bulan kemudian kami bertiga saya , Encam , Peking pun ingin sekali menjenguk nya walau pun ibu nya Naning melarang kami untuk menjenguk nya, Kami bertiga pun mendatangi rumah Naning karena kami mendengar kabar naning sudah agak membaik sudah tidak berteriak - teriak kesakitan, akhir nya kami bertemu dengan nya, pada saat kami kerumah nya naning ternyata sedang tertidur di sopa ruang tamu, mendengar suara kami Naning pun langsung terbangun menyapa kami fisiknya benar - benar terlihat seperti orang yang sehat, kami pun sangat senang melihat Naning sudah sehat Naning langsung menyapa kami " Oh lo kemana aja lo, yo seni kita ngopi bareng!".
Kami pun duduk di depan teras nya sambil mengobrol dan menanyakan keadaan nya, kami sangat di larang oleh keluarga nya apabila membahas entang pendakian itu, kami bertiga pun tidak sedikit pun membicarakan tentang pendakian, kami sempat bertnaya kepada Naning " Ning kenapa lo suka teiak kesakitan?...", kaya ada golok yang menysayat - sayat badan gw makany gw suka usir tuh golok "seeeeeeeetttt....Ssssssssseettt..." , itu gw lakuin buat ngusir tuh golok soalnya kalau golok itu kena badan gw rasanya sakit baget.
Tiba - tiba Naning berkata " Wah lo masih inget ga kita kemaren itu ngedaki Ciremai!", kami bertiaga sangat takut apabila Naning membicarakan itu, ternyata Naning benar - benar sangat aneh ia berbicara tentang pendakian aneh nya naning masih ingat nama tempat kami menuju palutungan hingga lengkap nomor angkot dan nama jurusan nya pokoknya benar - benar lenkap ia menceritakan tentang pendakian tidak lama kemudian Naning yang sebenar nya tidak bisa ber bahasa inggris tiba - tiba naning melanjutkan cerita pendakian dengan menggunakan bahasa inggris sangat pasih, kami semua pun kaget tiba - tiba ibu nya marah - marah kepada kami, kami pun disuruh pulang oleh ibu nya Naning, karena ibu nya Naning menyangka kami yang memancing membicarakan tentang pendakian, kami pun benar - benar merasa sedih melihat salah satu kwan kami mengalami seperti itu.
   Kurang lebih satu tahun Naning mengalami sakit yang kami semua tidak mengerti sebenar nya Nanig sakit apa, kami pun bersyukur bisa bertemu dengan naning ia walau belum sembuh 100% Naning sudah bisa main ketongkongan kami. 
  Tetapi tetap saja masih ada saja sikap Naning yang agak aneh apabila Naning sudah tertawa ia seperti orang yang tidak bisa menahan ketawa ia tertawa tidak berhenti cukup lama sampai ia mengelurkan air mata, kami melihat sebenar nya diri Naning tidak mau tertawa tetapi ia seperti ada yang mengendalikan, apa mungkin karena Naning tidak melakukan Najar nya entah apa kami pun tidak mengerti.
   Kami bersyukur beberapa lama kemudian kami bertemu Naning sudah membaik akhirnya semua bisa kembali seperi semula, sebelum saya pergi keluar kota saya bertemu Naning terakhir kalinya ia mengatakan ke inginan nya kepada saya " Tis kita bikin reuni berempat yo tapi sekarang mah ga usah ke gunung mending kepantai aja gimana saya pun menjawab " Boleh aja nih kita obrolin lagi aja sama yang lainya.
   Setelah dari itu sampai saat ini saya sagat jarang bertemu Naning dan Peking yang masih sering bertemu hannya Encam, saya hanya mendengar kabar Naning sekarang sudah bekerja, Encam sekarang sudah menikah dan Peking sekarang tinggal di Lombok dengan istrinya, Peking lah yang memegang dokumen Foto - foto kami selama pendakian, semoga Peking membaca dan ia mengupload foto - foto kenangngan kami semua, salam buat ketiga sahabatku di mana pun kalian berada gw selalu merindukan kebersamaan kita yang tidak pernah menyerah untuk " KEMBALI DENGAN SELMAT " karena bukan puncak gunung tujuan kita, tujuan yang sesungguh nya ialah " Kami semua dapat kembali dengan selamat " Amin........!              
   

Regards,
Utis Sutrisna (Oethis)

Sumber tulisan, https://bukuharianoethis.blogspot.com/2011/11/mengalami-misteri-di-gunung-ciremai.html
Share:

0 comments:

Posting Komentar