Jumat, 06 Desember 2019

Gagal Wisuda Tahun Ini (Feeling Fail)


Kenapa sih kok bisa gagal wisuda tahun ini? Diri coba meyakinkan kembali alasan bisa gagal wisuda. Padahal ekspektasi sudah tinggi bakal di wisuda tahun ini. Setelah di pikir-pikir banyak hal yang menyebabkan wisuda bisa tidak tepat waktu.

Ternyata keinginan yang kuat aja ngga cukup. Semua perlu action. Di sesalipun percuma semua sudah terjadi. Tapi semua masih bisa di kendalikan meskipun dengan pembawaan yang berbeda. Siapapun bisa gagal, ini salah satu dari banyak contoh kegagalan yang tentunya bukan kamu sendiri di dunia ini yang merasakan. Salah satu proses yang pahit sebelum sukses adalah kegagalan.

Evaluasi adalah langkah yang tepat setelah kalah di medan perang. Masih ada banyak kesempatan untuk di perjuangkan. Lalu apa saja hal yang bisa membuat skripsi telat dan gagal wisuda bagi kita para mahasiswa tingkat akhir. Berikut alasannya:

Ketidakmampuan
Kemampuan seseorang itu berbeda dalam tiap hal. Contoh seseorang yang pandai mengerjakan tugas harian selama kuliah dan terkenal rajin. Tidak memiliki kemampuan ketika mengerjakan skripsi. Apakah beda tugas harian dan skripsi? Mungkin terlihat sama dari luar, tapi ternyata berbeda. Dari segi bobot tugas. Skripsi membutuhkan banyak referensi dan konsistensi pengerjaan. Mereka yang pandai belum tentu rajin dan konsisten. Skripsi tidak akan selesai tanpa adanya konsistensi. Kejenuhan dengan pengerjaan yang panjang dan seringkali di buat buntu. Ternyata tak sanggup di kerjakan sendirian. Peneliti perlu membutuhkan bantuan dari siapapun yang bisa. Tapi egoisme malah menganggap itu adalah hal yang akan di selesaikan sendirian di lain waktu dan tidak perlu mengemis bantuan pada teman.

Relasi interpersonal
Akhirnya relasi interpersonal adalah hal yang sangat di butuhkan dari awal perkuliahan. Dengan berat hati mengakui sekarang bantuan sangatlah di perlukan, siapa saja tolong! Kami ingin wisuda tahun ini. Terpikir konsekuensi terburuk jika saja wisuda tidak di tuntaskan tepat waktu. Tetapi dunia perkuliahan terlanjur mengubah cara pandang akan dunia sosial. Rentetan kejadian yang terjadi membuat egoisme menguat, empati berpilih kasih, terlalu baik membiarkan orang-orang bahagia. Pada akhirnya yang di percaya satu-satunya adalah diri sendiri. Mereka terasa palsu dan jahat.

Malas
Ketidakmampuan mengerjakan skripsi sendirian membuat rasa malas menggerogoti sisa semangat yang ada. Kemalasan menjadi akut dan tidak bisa hilang. Skripsi memang sulit. Di tambah bab 4 nya jauh sekali untuk di pahami sendirian. Akhirnya alam bawah sadar mulai mengambil alih, menganggap semuanya akan baik-baik saja, karena mental sudah habis-habisan tertekan tanpa bisa mengambil tindakan. Diri membuat pembenaran bahwa tidak usah memaksakan hal terlalu keras. Senyummu lebih berharga dari hal seperti itu, kembalikan bahagiamu lepas semua beban. Dan kata wisudapun tidak lagi ada di pikiran. Hal itu seperti tersimpan secara rahasia entah di bagian otak mana dan membuat semuanya seperti baik-baik saja.

Pengabaian
Di titik paling ujung. Optimisme berubah menjadi pengabaian. Itu bahkan lebih buruk dari pesimisme. Pengabaian membuat semuanya hilang. Perjuangan selama 4 tahun berkuliah. Biaya habis ratusan juta. Terus membebani orang tua, itu hal yang membuat sakit. Semua berakhir pada pengabaian. Melangkah setiap hari seperti di ikuti bayangan hitam kemana-mana. Seperti memakai topeng. Baik-baik saja padahal jauh di palung hati ada penyesalan yang teramat dalam.

Ketika masa-masa busuk itu di lewati. Muncul bantuan dari orang terdekat yang sudah merampungkan tanggung jawabnya terlebih dulu. Membayar kesalahan, semua di lakukan. Hingga menjadi muka tembok yang tebalnya seperti tembok china, karena terus izin kerja karena urusan skripsi. Bersyukur kesehatan selalu mengiringi waktu intense satu bulan di fokuskan pada skripsi. Hingga rampunglah. Tetapi pahit sekali rasanya. Deadline habis. Kaprodi dan wakil dekan tidak bisa lagi memberi harapan.

Jujur saja di malam itu, di ruangan kecil itu. Rasanya seperti kenyataan paling pahit dalam hidup kembali menghampiri. Dalam hidup kenyataan paling pahit tidak datang hanya sekali. Dan di momen itu adalah salah satunya, dan pasti bukan terakhir kalinya. Hidup memang seperti itu kan? itu hanya bagaimana cara kita menyikapinya.

Berjalan pulang dengan tangisan yang tak tertahan. Air mata mengalir dengan keheningan. Satu-satunya sandaran adalah kaca shuttle bus yang di tumpangi. Dan ketika di rumah melihat Ibu. Sesak di dada menguat dan menjadi isak tangis. Penyesalan yang tidak berguna.

Sekarang hanya bisa berharap hidup akan lebih baik lagi. Wisuda tahun depan harus terpenuhi. Biarkan masalah-masalah yang di lalui menjadi pelajaran yang berharga. Masih ada kebaikan yang ada di diri sendiri. Jangan pernah berhenti berjuang dan membahagiakan mereka yang berarti.

Share:

0 comments:

Posting Komentar