Psikologi ini merupakan bukan sesuatu yang tabu lagi bagi kalangan kita, namun perlu diketahui bahwa pespektif barat dan islam dalam memandang manusia itu sangat berbeda, namun tetap saling melengkapi. Dalam penanganan klien pun juga berbeda, namun yang kita akan bahas kali ini adalah Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam dan barat. sebelum kita melangkah lebih jauh baik saya akan memaparkan apa itu psikologi. Psikologi” berasal dari perkataan yunani psyche yang artinya adalah jiwa, dan logosyang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi {menurut kata} psikologi artinya adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Manusia dalam Psikologi Barat Kontemporer
Aliran Psiko-Analisis adalah aliran psikologi yang menekankan analisis struktur kejiwaan manusia yang relatif stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh Sigmund Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh Carl Gustav Jung dan Erik H. Erikson. Ciri utama aliran ini adalah :
1. Menentukan aktivitas manusia berdasarkan struktur jiwa yang terdiri atas id, egodan superego.
2. Penggerak utama struktur manusia alah libido, sedangkan libido yang terkuat adalahlibido seksual. Karenanya, hampir seluruh tingkah laku manusia teraktual disebabkan oleh motivasi libido seksual.
3. Tingkat kesadaran manusia terbagi atas alam pra-sadar (the preconscious), alam tak-sadar (the unconscious) dan alam sadar (the conscious).
Dengan pembagian tiga aspek struktur kepribadian, maka tingkat tertinggi struktur kepribadian manusia adalah moralitas, sosialitas dan tidak menyentuh pada aspek keagamaan. Freud menyatakan bahwa tingkatan moralitas digambarkan sebagai tingkah laku yang irasional sebab tingkah laku ini hanya mengutamakan nilai-nilai luas, bukan nilai-nilai yang berada dalam kesadaran manusia sendiri.
motivasi yang mendorong kepribadian adalah insting hidup yang disebut dengan libido. Libido yang paling dominan dalam kepribadian manusia adalah libido seksual yang terletak pada struktur id (aspek biologis manusia). Hal itu menunjukkan bahwa aktualisasi aspek psikologis dan sosiologis manusia hanya dimotivasi oleh peran seks (syahwat). Apabila peran seks tidak berkeinginan untuk diaktualisasikan berarti aspek psikologis dan sosiologis tidak akan terealisir, namun apabila ia berkeinginan untuk diaktualisasikan maka aktualitas itu sebenarnya merupakan tuntutan keprimitifan tingkah laku manusia, sebab semuanya didorong oleh libido seksual yang terpusat pada id. Dari sini hakikat tujuan hidup manusia menurut Freud hanya mengejar kenikmatan, hedonism, dan mengembangkan impuls-impuls hawa nafsunya yang primitif, bukan ingin membangun cinta manusia yang sesungguhnya.
Freud selanjutnya tidak membedakan antara energy fisik dan energy psikis. Libido yang terpusat pada id (aspek biologis) merupakan satu-satunya energy yang digunakan oleh aspek psikis dan fisik secara bergantian. Ini berarti bahwa kehidupan manusia di dunia hanya sekedar ciptaan alam fisik, digerakkan alam fisik, dan tidak sedikitpun mengakui peran alam ruhani. Apabila Freud menyebut alam psikis pada struktur maka sesungguhnya aspek ini bukanlah yang dimaksud dengan aspek ruhani, sebab Freud tidak mengenal konsep ruhanii dalam teori strukturnya.
Ego sebagai pusat kepribadian ternyata tidak memiliki otonomi dalam bertingkah laku. Kekuatan ego ternyata dikontrol oleh kekuatan id. Teori inilah yang kemudian dikritik oleh psikolog dari psikoanalisa kontemporer dan Psiko-Humanistik.
Kelima, Teori struktur Freud diasumsikan dari manusia yang buruk, yang mana citra buruk itu diakibatkan oleh ketimpangan sosialnya, misalnya karena peperangan atau penjajahan.
Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam
manusia yang penciptaannya tidak ada perubahan merupakan fitrah, sebab jika berubah maka eksistensi manusia akan hilang. QS. al-Rum:30 menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya. Keajegan fitrah sebagai pertanda agama yang lurus, walaupun hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Oleh sebab itu, untuk mengetahui citra manusia maka dapat ditelurusi hakikat fitrah.
Al-Qur’an menggunakan istilah yang beragam dalam menjelaskan manusia. Istilah manusia dalam Al-Quran ada tiga aspek dan enam dimensi diri manusia. Al-Qur’an memberi penjelasan tentang manusia meliputi al-basyar, al-ins, al-qalb, al-unas, an-nas, bani adam, al-nafs, al-‘aql, al-qalb, ar-ruh, dan al-fitrah. Sejak masa mudanya Ibnu Sina sudah mencari pengetahuan tentang jiwa karena “siapa yang mengenal diri (jiwa)nya berarti mengenal Tuhannya.” Seperti tercantum dalam Risalah al-Quwa an-Nafsaniyyahyang disusun untuk al-Amir Nuh bin Manshur, dan termasuk salah satu karyanya paling awal. Bukti pentingnya karya Ibnu Sina tentang jiwa dan pengaruhnya yang besar pada Abad pertengahan adalah bahwa karya itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan tersebar di kalangan filosof Eropa. Ketika muncul Rene Descrates yang banyak mengutip argumentasi Ibnu Sina dalam membuktikan keadaan jiwa.
a.Makna Fitrah
Dalam literarur Islam, istilah fitrah memiliki makna yang beragam karena disebabkan oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat dimaknai secara etimologi (basic meaning), terminologi, bahkan nasabi (relational meaning). Masing-masing makna tersebut memiliki implikasi psikologis.
b.Makna Etimologi
Fitrah berarti “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”, seperti orang yang berbuka puasa. Dari makna dasar tersebut dapat berkembang menjadi dua makna pokok yaitu fitrah berarti al-insyiqâq atau al-syaqq yang berarti al-inkisâr (pecah atau belah) dan fitrah berarti al-khilqah, al-jihad, atau al-ibda’ (penciptaan).
Kedua makna tersebut sebenarnya saling melengkapi. Makna al-insyiqâqdigunakan untuk pemaknaan alam (al-kawn), namun sebenarnya dapat dipergunakan untuk manusia. Manusia merupakan miniatur alam yang kompleks. Fisiknya menggambarkan alam fisikal, sedang psikisnya menggambarkan alam kejiwaan. Segala proses taqdîr atau sunnah Allah SWT yang berlaku pada alam (al-kawn) sebenarnya juga berlaku pada manusia, seperti konsep penciptaan. Sedangkan fitrah berarti “penciptaan” merupakan makna yang lazim dipakai dalam penciptaan manusia, baik penciptaan fisik (al-jism) maupun psikis (al-nafs).
Manusia bukanlah makhluk yang ada (being) dan (existence) dengan sendirinya. Manusia diciptakan dari unsur- unsur yang bersifat material dan non material. Manusia adalah makhluk dwi dimensi. Dimensi materialnya adalah al- ijsm dan dimensi non materialnya adalah al-ruh. dimensi material manusia yang disebut al-Jism berasal dari tanah yang disebut dengan berbagai istilah, diantaranya: [Min thin] yaitu sari pati tanah, [Min Shaishalin min hamain masnun] yaitu tanah liat yang kering berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk, [Min sulalatin min thin] yaitu sari pati yang berasal dari tanah, [Min Thurab] yaitu dari tanah, [Min shalshalin kalfakhkhar] yaitu tanah kering yang menyerupai tembikar, Dimensi non material manusia disebut juga sebagai al-ruh, yaitu entitas ghaib ciptaan Tuhan yang langsung ditiupkan- Nya kedalam al-Jism manusia (Qs. Al-Hijr/15 : 26 dan 28). Dengan demikian, manusia merupakan kesatuan integral dari dimensi material dan non material. Dari sudut kualitasnya, dimensi material bersifat fana’ atau tidak kekal: tumbuh dan berkembang, seperti kecil menjadi besar, namun pada suatu saat akan hancur atau musnah. Sedang dimensi non material bersifat khald, yaitu kekal, dalam arti ada yang mengekalkannya. Ketika al-r-h disebut sebagai esensi atau hakikat kemanusian manusia (Al-Rasyidin,
2008:17).
0 comments:
Posting Komentar