Minggu, 13 Oktober 2019

Penjelasan akhir film/ ending JOKER 2019


YANG BELUM NONTON DI SARANKAN UNTUK NONTON DULU FILMNYA SAMPE ABIS. NIH ADA LINKNYA, SUBTITLE UDAH NEMPEL (KLIK JOKER 2019)

Sebelum menjelaskan ending film joker 2019 saya mau mengutarakan kesan pribadi dengan filmnya. Menurut saya film Joker ini adalah film yang genrenya ngga biasa, too much drama. Film ini lebih mengandalkan acting para pemain dan alur cerita yang sangat memilukan, pastinya bisa membuat penontonnya merasakan apa yang Arthur Fleck (Si Joker) rasakan sepanjang film. Bagi saya ini sangat terasa ngga nyaman, karena kita bisa ikut merasakan gangguan psikis yang dia alami juga oleh si Joker. Fiuhh..

Joker ini mengalami masa lalu yang menyedihkan, dia adalah anak angkat dari Penny Fleck yang sering di siksa saat kecil, sehingga Joker mengalami trauma di kepalanya yang membuatnya memiliki gangguan emosi yang terbalik (Pseudobulbar Affect), ketika ia merasa sedih justru ia akan tertawa. Dan bagi penonton itu adalah hal yang paling menyakitkan untuk di saksikan. Joker tak pernah berhenti tertawa padahal ia sebenarnya bersedih. Sepanjang film ia terus di sakiti oleh lingkungan, kondisi ekonomi, dan juga kenyataan pahit bahwa selama ini dia hanyalah seorang anak angkat. Sehingga kewarasannya mulai hilang dan menjadi seseeorang yang tega membunuh. Sampai di titik dia menyimpulkan bahwa di hidupnya tragedi adalah sebuah sebuah komedi yang sesungguhnya.

Bagi saya film Joker 2019 ini terlalu berat, bahkan bagi saya yang suka film-film implicit, karena di film ini kental dengan kondisi psikologis seseorang sedangkan psikologis seseorang sangatlah abstrak tidak mudah di duga. Sehingga di film ini kita terlalu banyak sekali menebak apa yang sebenarnya terjadi dalam batin seorang Joker. Tapi saya tetap memiliki pendapat tentang ending film ini!

Lay..Lay..Lay..


ENDING EXPLAINED
Banyak yang bingung dengan adegan terakhir di film Joker 2019 ini. Ketika di saat terakhir film Joker di puja oleh para masyarakat pemberontak karena di anggap simbol perlawanan pada kaum elit dan menari-nari di atas mobil tiba-tiba adegan berganti dimana ia sedang berdialog dengan seorang psikolog. Nah, disini penonton dibuat bingung dan berasumsi bahwa sepanjang film berjalan hanyalah delusi dari Joker. Apakah benar seperti itu? 

Di film ini memang ada bagian Joker sedang berdelusi. Tapi tidak semuanya. Adegan delusi Joker ada ketika ia berpacaran dengan Sophie, menjadi penonton yang inspiratif, ketika mendapat tepuk tangan meriah saat open mic. Selebihnya Joker membunuh 3 anak orang kaya, membunuh Ibunya, membunuh temannya yang berkhianat, menembak Murray Franklin, dan juga adegan Thomas Wayne dan istrinya di tembak oleh pemberontak adalah nyata. Adegan kedua orangtua Batman terbunuh sudah ada di seri Batman sebelumnya. Dan terbunuhnya orang tua Bruce adalah efek domino dari pembunuhan Murray di TV.

Jika semua itu adalah delusi apakah akan sedetail itu? Jika itu adalah delusi Joker, kenapa masalah politik bisa hadir dalam film, padahal dia tidak mengerti sama sekali tentang itu. Lalu di akhir film ada adegan ia berjalan dengan tapak kaki yang berdarah menandakan dia baru saja membunuh psikolog yang berada dalam satu ruangan dengannya. Saya rasa tidak mugkin perubahan perilaku Joker yang awalnya tidak suka melihat orang bersedih, menjadi pembunuh yang sadis hanya dengan delusi saja. Oleh karena itu tentunya ia sudah merasakan hal-hal nyata yang sangat menyakitkan seperti yang di suguhkan selama film berjalan sehingga sosoknya yang malang dan tak berdaya berubah menjadi seorang pembunuh yang sadis. Lalu kenapa Joker berakhir di rumah sakit jiwa? Mungkin dia sengaja berada disitu karena ia pernah bilang ke psikolognya "Dia merasa lebih baik berada di rumah sakit jiwa daripada berada di luar (Gotham City)". 

Share:

0 comments:

Posting Komentar